Sunday 10 May 2020

Takut dan Penawarnya

Kenali jenis ketakutanmu dan temukan penawarnya
Tidak semua penyakit obatnya sama, bahkan batuk berdahak dan batuk kering saja obatnya beda, apalagi bermacam penyakit yang lain. Pembicaraan ini bukan menggiring pada kontestasi medis, hanya saja ilustrasinya yang cocok untuk membuka ruangan pembahasan topik. Kata kuncinya adalah bagaimana merespon suatu keadaan dengan melihat konstruksinya terlebih dahulu.

Siapa saja bebas menyatakan sikap dan merespon suatu perkara, asalkan konsekuensinya tidak melebar dan merembet pada orang lain maka sah-sah saja. Seseorang yang membiarkan rumahnya terbakar itu adalah sebuah bentuk hak prerogatif, selama ia sebagai pemilik rumah secara resmi, maka bangunan itu secara penuh menjadi otoritasnya. Namun benar-benar akan timbul masalah jika kebakaran itu merambat ke sekelilingnya karena akan ada kerugian yang harus ditanggung atas terbakarnya rumah-rumah yang lain.

Rasa takut adalah suatu keadaan yang tidak disertai keberanian, baik melalui sebuah perhitungan empirik atau
secara pragmatis tidak mempunyai kompetensi. Saat ketakutan tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak fatal, traumatis dan ketidak nyamanan. Misalnya bagi seorang yang sedang belajar nulis seperti saya, akan selalu dihantui rasa takut salah tulis, atau takut tulisannya tidak bermanfaat, atau takut tidak merepresentasikan ide atau ketakutan-ketakutan lainnya. Karena dorongan ketakutan-ketakutan di atas kemudian saya berhenti menulis, malas mengolah pikir, tidak lagi menyalurkan ide atau bahkan anti-literasi di kemudian hari, maka hal itu pastinya akan sangat mengganggu psikologi dan kenyamanan dalam berekspresi.

Sebaliknya, jika rasa takut itu dikelola dengan terus-menerus, berlatih dan memperbaiki pola kalimat serta kerangka berfikirnya, maka perlahan akan membaik, mudah dicerna dan dengan sendirinya memunculkan karakter tulisan yang khas. Tidak mudah memang menuangkan sebuah gagasan pribadi ke dalam sebuah karangan yang kemudian isi tempurung kita dapat dipahami publik.

Di sisi lain, ada juga ketakutan yang memang pada dasarnya kita sudah takut duluan. Misalnya seorang jomblo berada di tengah hutan belantara kemudian bertemu dengan harimau, untuk menghadapi rasa takut tersebut, saya pribadi memilih kabur dan menjauh perlahan agar selamat dari rasa takut yang memang dasarnya tidak punya kompetensi untuk menjinakkan harimau.

Dua contoh ketakutan di atas sedikit menggambarkan bahwa ketakutan dilihat dari konstruksinya akan berbeda cara menanganinya. Satu diatasi dengan memperbaiki artinya justru mendekati ketakutan tersebut, sedangkan yang lain adalah diatasi dengan lari yakni menjauh dari ketakutan itu sendiri.

Sedikit kita singgung ke arah yang lebih serius. Dalam benak saya, takut pada hal yang konotasinya negatif maka diatasi dengan menjauh. Jika takut bodoh maka hindarilah kebodohan itu dengan belajar bersungguh-sungguh untuk mendapatkan pengetahuan menuju kebenaran sehingga menjauhkan kita dari kebodohan yang hakiki.

Berbeda dengan takut pada hal yang baik, justru diatasinya dengan cara mendekat. Takut pada Allah bukan berarti kita takut larangannya, takut disiksa atau takut tidak diberi surga kemudian menjauh dan berjarak dariNya, namun takut padaNya adalah justru sibuk mendekat agar rasa takut kehilangan Allah itu kian menghilang, karena kita cinta dan sayang Allah maka menjadi budak cintaNya adalah keniscayaan. Ingat definisi di atas, rasa takut adalah keadaan yang tidak disertai keberanian, sedangkan keberanian dalam kebaikan tidak ada keraguan asalnya adalah dari petunjuk Tuhan, ketakutan sesungguhnya adalah takut jauh dariNya. Kalau kata Slank "Ku tak bisa jauh dari Mu".

Semoga bermanfaat
Wallahu a'lam bi-s-showab

Tabik,
09/05/2020
AzetK

Tuesday 28 April 2020

Menilik Makna Tradisi di Bulan Ramadhan

Apakah salah ekspresi kebahagiaan di bulan ramadhan diwujudkan dengan menyiapkan beraneka ragam makanan di waktu buka puasa & sahur?
Rasa bahagia menyambut bulan suci ramadhan adalah bukti nyata rasa rindu yang terpendam sekian lama kemudian bertemu. Tentu tidak ada yang salah dengan bahagia.

Dalam berekspresi, seseorang bebas melakukannya dalam bentuk apapun asal tidak merugikan orang lain. Salah satu ekspresi kebahagian dalam mengahdapi bulan ramadhan misalnya, yaitu dengan menyiapkan menu hidangan makanan yang variatif seperti kolak, cendol, soto, rawon, gulai, sate dll.
Aneka hidangan makanan selalu menghiasi ramadhan masyarakat nusantara
Mari kita buka-bukaan secara perlahan

Tujuan digelar makanan-makanan ini adalah untuk menghidupkan suasana yang berbeda dari hari-hari biasa dan memang sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, sehingga kebahagiaan ini terekspresikan baik dalam skala kehangatan keluarga dalam rumah atau kebahagian dalam skala yang lebih luas yakni dengan mendistribusikannya ke masyarakat sekitar.

Amalan ini bukan bermaksud menggeser nilai-nilai primer yg terkandung dalam ramadhan, seperti taraweh, tadarus, kajian dll. Semua ibadah tersebut tetap mempunyai nilai prestis di bulan ramadhan, hanya saja kita tidak bisa menghakimi masyarakat umum salah ketika mereka mengekspresikan kebahagiaannya di bulan suci ramadhan dengan makanan. Justru kita perlu mengapresiasi mereka kemudian menyebarkan kebahagiaan yang serupa dengan memperluas jangkauannya agar masyarakat sekeliling mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan hadirnya hidangan-hidangan tersebut, sehingga masyarakat yang kekurangan tidak hanya mendapatkan keberkahan ramadhan dalam bentuk semangat spiritual saja tapi juga menikmati keberkahannya dalam bentuk sosial.

Ramadhan jadi boros? secara ekonomis iya, karena dilihat dari perspektif komersial. Namun perlu kita ketahui bahwa secara sosial kultural justru membangun keharmonisan masyarakat dengan saling menebar kebaikan melalui tali kasih antar sesama muslim bahkan non-muslim.

Fenomena ini juga berkaitan dengan sirkulasi ekonomi di pasar yang jelas akan menimbulkan tren positif, karena meningkatnya permintaan konsumsi pada pasar. Pembeli merasa terpenuhi atas komoditas yang akan ia bagikan, dan penjual mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi, maka prilaku pasar ini kemudian membuat keduanya mendapatkan berkah di bulan ramadhan.

Bagaimana dengan ramadhan yang diharapkan sesederhana mungkin dan tidak hedonis?

Sesuatu yang mubah (boleh/ baik) jika dilakukan berlebihan akan menjadi tidak baik, sedangkan standar sederhana setiap orang tidak selalu sama. Bagi seorang yang sudah mendalam pemahamannya tentang ajaran Islam, ia tidak akan mudah menjustifikasi seseorang hanya dengan melihat sesuatu dari satu sudut pandang, bahkan tidak gampang menghakimi secara sepihak atas apa yang dilihatnya. Justru seorang alim akan cenderung menampakkan nilai positif yang terkandung dalam setiap hal yang ia dapati.

Seorang alim yang arif akan bersikap lembut dan longgar terhadap lainnya dalam beramal ibadah dengan tujuan agar cara beragama orang awam tersebut perlahan menjadi lebih baik melalui sebuah proses, tapi akan keras dan berdisiplin tinggi terhadap dirinya sendiri.

Jadi, marilah kita berusaha selalu arif dalam memandang setiap perkara dan tidak gampang menilai orang salah.

Tabik, 28/04/2020
AzetK