Thursday, 1 December 2016

Mempertanyakan Nasionalisme Ummat Islam di Indonesia


Oleh: Hasanuddin Tosimpak

Kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini sedang mengalami cobaan yang besar juga berat, besar karena konflik ini telah melibatkan hampir seluruh elemen anak bangsa, berat karena bangsa Indonesia belum bisa menemukan formula yang tepat untuk menanggulangi konflik tersebut, bisa dikatakan ini penyakit stadium tiga, satu tingkat diatasnya maka mungkin saja negara Indonesia tinggal nama. Apakah baru kali ini masyarakat Indonesia mengalami konflik?, tentu tidak, bangsa Indonesia sudah kenyang akan dinamika sejak orde lama hingga saat ini, namun pekerjaan yang belum terselesaikan adalah mencari penawar penyakit kambuhan tersebut.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan tinggi di dunia, karena kemajukan inilah maka Indonesia merupakan Negara yang sangat rentan dengan terjadinya konflik, sejak awal kemerdekaan, bagaimana susahnya menyatukan pemuda-pemuda yang memiliki perbedaan budaya, bahasa, warna kulit, hingga kemudian tonggak sejarah itu diikrarkan pada 28 oktober 1928, dinamika tidak berhenti sampai disitu, setelah merdeka sangat banyak hal yang merintangi persatuan dan kesatuan yang ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia. Hingga yang apa yang tersaji hari ini di depan kita, telah sampai pada titik nadir kehidupan berbangsa dan bernegara, dan lagi-lagi bukannya mencari jalan keluar dari permasalahan yang terjadi, namun membiarkan hal ini berlarut-larut, menghabiskan energi setiap individu anak bangsa. Permasalahan yang awalnya sederhana, sudah memiliki aturan hukum yang jelas namun dibiarkan menjadi bola panas yang berlari kesana-kemari lalu membakar apa saja yang tersentuh olehnya, polemik yang awalnya hanya terjadi di ibu kota sana, sekarang telah merambat ke seluruh wilayah, salah siapa ini?, aparatur negara?, pihak berwenang?, tidak, mereka semua cuci tangan, tidak mau disalahkan, maka perlu ada yang dikambinghitamkan, lagi-lagi bangsa Indonesia tidak belajar dari kesalahan-kesalah terdahulu.

Para pemeluk agama yang meminta keadilan karena agamanya dihina, yang kemudian menghimpun kekuatan karena permintaan mereka tidak digubris oleh pihak berwenang, dianggap akan melakukan makar terhadap pemerintah, ingin menggulingkan presiden, maka kemudian muncul pelarangan-pelarangan terhadap aksi-aksi yang akan dilakukan, pelarangan ini semakin nyata karena pihak berwenang turun tangan langsung, seperti pelarangan terhadap perusahaan transportasi  yang akan mengangkut peserta aksi, juga penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh aparat-aparat sektor kepada masyarakat agar mengurungkan niat mereka berangkat ke ibu kota, maka kemudian timbul anggapan bahwa aksi yang akan dilakukan adalah upaya untuk makar dan mengganggu stabilitas nasional, apakah ini adalah bentuk tuduhan kepada ummat islam, sebagai pihak yang telah membuat semua keributan ini?, apakah ummat islam ingin berbuat makar?. Soal tuduhan makar, ummat islam indonesia sudah kenyang akan dakwaan tersebut. [Sejak pengesahan undang-undang anti subversi[1] yang diumumkan dengan resmi oleh Presiden Sukano pada tahun 1963 sebagai Penetapan Presiden No. 11/1963 hingga kemudian undang-undang ini diberikan pakaian baru pada era DPR orde baru dengan nama UU 11/PnPs/1963[2], dengan adanya undang-undang pemberantasan kegiatan subversi, pihak keamanan ketika itu dalam hal ini KOPKAMTIB dapat membawa siapa saja yang disinyalir dapat membahayakan ideologi pancasila ke meja hijau berdasarkan undang-undang anti subversi tersebut[3]]. Kemudian  kasus Tanjung Priok yang jelas-jelas merupakan usaha untuk menyudutkan ummat islam di Indonesia, tidak membuat ummat islam melawan pemerintah, padahal sudah jelas bahwa ummat islam yang menjadi korban tragedi itu berjumlah kurang lebih [400 orang[4]], [laporan Far Eastern Economic pada tanggal 22 november 1984, menyebutkan bahwa jumlah korban mencapai ratusan orang, , sementara orang yang selamat dalam peristiwa tersebut menaksir jumlah yang meninggal mencapai enam ratus orang][5], [tokoh-tokoh muslim seperti AM Fatwa[6], Salim Qadir, Prof. Oesmany Al Hamidi, mereka diadili dibawah tekanan penguasa pada saat itu, kemudian dijatuhi hukuman 18-20 tahun penjara][7]. Lalu apakah kemudian ummat islam melakukan perlawanan terhadap pemerintah?. Kemudian penerapan asas tunggal pancasila yang dilakukan oleh orde baru, lalu memberikan label “anti pancasila” kepada mereka yang tidak patuh, membuat puluhan bahkan ratusan tokoh dan aktivis muslim berurusan dengan pihak berwajib, lagi-lagi dengan alasan menjaga stabilitas nasional “perlu” dibuat musuh negara, dan itu ditujukan kepada ummat islam.

Mungkin aparat lupa dengan semangat jihad yang digelorakan oleh ummat islam ketika masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah, mereka lupa dengan perjuangan para santri yang gugur selama dekade revolusi bersenjata, nama mereka yang gugur tidak pernah tercatat satu persatu di dalam buku sejarah, karena bisa jadi buku sejarah akan butuh ratusan halaman untuk mencatat nama-nama mereka, dan mereka pun tak minta nama mereka diabadikan, cukup Tuhan yang tahu bahwa mereka berjuang untuk tanah air yang mereka cintai, sesuai dengan seruan para ulama pencetus Resolusi Jihad, apa anda ingin tahu apa agama mereka?. Apa yang dipekikkan para penghembus semangat perjuangan di setiap palagan yang terkenal, sebut saja Sutomo alis Bung Tomo, pria yang membuat semangat anak-anak Surabaya tak terbendung pada November 1948, apa yang diteriakkannya?, sehingga dengan izin-Nya tentara inggris dengan senjatan modern dapat dipukul mundur oleh tentara Indonesia dengan senjata ala kadarnya, seperti kisah para syuhada badar dengan perlengkapan seadanya dengan izin Allah mampu mengalahkan pasukan bersenjata lengkap pimpinan Abu Jahal. Bakti ummat islam untuk negara ini tidak perlu dihitung, karena para pejuang pun tidak meminta agar perjuangan mereka diganti dengan sanjungan, sekali lagi demi bakti kepada negara yang mereka cintai, apapun itu akan diberikan. Dan masih banyak lagi kisah-kisah heroik yang dipelopori ummat islam untuk kemerdekaan Indonesia, lalu masihkah anda menganggap bahwa ummat islam ingin melakukan makar?.

Jika ingin membentuk negara sendiri, mudah saja ummat islam melakukannya, NII, DI/TII bisa dijadikan propaganda untuk mendirikan negara islam, tapi apakah itu dilakukan?, bahkan mereka (NII, DI/TII) tidak mendapat simpati dari ummat islam mayoritas, ummat islam di Indonesia sepakat bahwa NKRI adalah final, ummat islam bisa menjalankan kewajiban mereka dengan tenang di negara ini, tanpa adanya pelarangan-pelarangan ketika ummat islam akan melakukan ibadah. Lalu untuk apa ummat islam makar???. Bukti lain dari sikap “mengalah”nya ummat islam di Indonesia adalah penghapusan beberapa kata dalam sila pertama pancasila atas tuntutan beberapa pihak, lalu dihapuslah kata-kata tersebut yang terkenal dengan piagam Jakarta. Lalu apakah ummat islam melakukan makar, karena merasa mayoritas lalu menindas minoritas, tidak…!!!, demi keutuhan bangsa dan negara, ummat islam mengalah, jika ego yang didahulukan, “kami kan yang mayoritas, kalian yang minoritas harus ikut kami”, tapi sikap itu pantang dilakukan ummat islam, sikap mengayomi yang ditunjukkan ummat islam adalah untuk kemaslahatan bersama.

Kembali kepada aksi yang telah dan akan kembali dilakukan oleh ummat islam tidak serta merta dengan turun ke jalan, hal tersebut tidak akan terjadi jika pemerintah dalam hal ini pihak berwenang mengambil langkah cepat menangani kasus ini, jika sejak awal kasus ini ditangani dengan baik, maka aksi tersebut mungkin saja tidak terjadi, misalkan pun terjadi, hanya melibatkan ummat islam yang berada di daerah Jakarta saja. Namun sekarang semua daerah datang ke Jakarta, dengan massa yang sangat besar tersebut, maka muncul lagi slogan “demi menjaga stabilitas keamanan nasional” yang dibuat oleh pihak keamanan, seakan-akan mereka yang melakukan aksi tersebut telah mengganggu keamanan negara, apakah benar seperti itu?. Lalu mengapa kasus ini dibiarkan berlarut-larut, sehingga menimbulkan polemik yang serius. Fakta dan bukti yang nyata di depan mata para penegak hukum, serta peraturan yang jelas yang dapat menjadi landasan bagi mereka untuk mengambil kesimpulan, seperti buram bahkan tak nampak di hadapan mereka, namun isu makar, yang hanya kabar angin, begitu cepat ditanggapi oleh pemerintah. Anda bisa melihat bagaimana ummat islam sejak awal ikut aturan main yang berlaku di Indonesia, mulai dari pelaporan kasus, perwakilan ummat islam memperlihatkan i’tikad baik, ikut hukum tidak main hakim sendiri, namun seperti ada pembiaran terhadap laporan tersebut, lalu ketika sekarang kasus ini menjadi besar, timbul isu-isu miring yang entah ditiup oleh siapa bahwa ummat islam anti ke-bhineka-an, apakah para pembuat isu itu sadar bahwa yang dituntut oleh ummat islam adalah individu yang melakukan kesalahan tersebut, tanpa pernah membawa-bawa latar belakangnya. Lalu kemudian muncul stigma negatif atas aksi yang telah dan akan dilakukan, sebagai sebuah usaha makar kepada pemerintah, mengganggu stabilitas keamanan nasional, sama dengan cara-cara yang dilakukan orde baru untuk menyudutkan ummat islam, menjadikan ummat islam sebagai musuh negara. Lagi-lagi mereka lupa dengan apa yang telah dikorbankan ummat islam untuk negara ini, kemudian mempertanyakan nasionalisme ummat islam di Indonesia.




[1] Subversi: kegiatan apa saja yang dapat merubah,menggeroroti kekuasaan negara, atau wibawa pemerintah yang sah, atau aparat negara, atau yang dapat menyebarkan rasa permusuhan, atau menimbulkan permusuhan, atau menyebabkan perpecahan, perselisihan, kekacauan, kerusuahn, atau keresahan di kalangan penduduk. Tapol, Islam Diadili; Mengungkap Tragedi Tanjung Priok, (Jakarta: Teplok Press,2002), hal.105.
[2] UU 11/PnPs/1963 telah dicabut berdasarkan UU  No. 29 Tahun 1999  tentang

Pencabutan Undang-Undang  No  11/PnPs/Tahun 1963  Tentang  Pemberantasan  Kegiatan  Subversi
[3] Tapol, Islam Diadili; Mengungkap Tragedi Tanjung Priok,……..hal.104.
[4]Berdasarkan data dari Sontak (Solidaritas Untuk Peristiwa Tanjung Priok), sedang versi aparat keamanan sebanyak 18 orang meninggal dan  53 orang luka-luka, https://indocropcircles.wordpress.com/2014/05/30/tragedi-tanjung-priok-1984-pembantaian-kaum-muslimin-oleh-abri/
[5] Tapol, Islam Diadili; Mengungkap Tragedi Tanjung Priok,……..hal.49.
[6] Salah satu dari 22 orang penanda tangan Lembaran Putih, Ibid,hal.254.
[7] http://jejakislam.net/tragedi-tanjung-priok-1984-musibah-dalam-musibah/