Rasa bahagia menyambut bulan suci ramadhan adalah bukti nyata rasa rindu yang terpendam sekian lama kemudian bertemu. Tentu tidak ada yang salah dengan bahagia.
Dalam berekspresi, seseorang bebas melakukannya dalam bentuk apapun asal tidak merugikan orang lain. Salah satu ekspresi kebahagian dalam mengahdapi bulan ramadhan misalnya, yaitu dengan menyiapkan menu hidangan makanan yang variatif seperti kolak, cendol, soto, rawon, gulai, sate dll.
Aneka hidangan makanan selalu menghiasi ramadhan masyarakat nusantara |
Tujuan digelar makanan-makanan ini adalah untuk menghidupkan suasana yang berbeda dari hari-hari biasa dan memang sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, sehingga kebahagiaan ini terekspresikan baik dalam skala kehangatan keluarga dalam rumah atau kebahagian dalam skala yang lebih luas yakni dengan mendistribusikannya ke masyarakat sekitar.
Amalan ini bukan bermaksud menggeser nilai-nilai primer yg terkandung dalam ramadhan, seperti taraweh, tadarus, kajian dll. Semua ibadah tersebut tetap mempunyai nilai prestis di bulan ramadhan, hanya saja kita tidak bisa menghakimi masyarakat umum salah ketika mereka mengekspresikan kebahagiaannya di bulan suci ramadhan dengan makanan. Justru kita perlu mengapresiasi mereka kemudian menyebarkan kebahagiaan yang serupa dengan memperluas jangkauannya agar masyarakat sekeliling mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan hadirnya hidangan-hidangan tersebut, sehingga masyarakat yang kekurangan tidak hanya mendapatkan keberkahan ramadhan dalam bentuk semangat spiritual saja tapi juga menikmati keberkahannya dalam bentuk sosial.
Ramadhan jadi boros? secara ekonomis iya, karena dilihat dari perspektif komersial. Namun perlu kita ketahui bahwa secara sosial kultural justru membangun keharmonisan masyarakat dengan saling menebar kebaikan melalui tali kasih antar sesama muslim bahkan non-muslim.
Fenomena ini juga berkaitan dengan sirkulasi ekonomi di pasar yang jelas akan menimbulkan tren positif, karena meningkatnya permintaan konsumsi pada pasar. Pembeli merasa terpenuhi atas komoditas yang akan ia bagikan, dan penjual mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi, maka prilaku pasar ini kemudian membuat keduanya mendapatkan berkah di bulan ramadhan.
Bagaimana dengan ramadhan yang diharapkan sesederhana mungkin dan tidak hedonis?
Sesuatu yang mubah (boleh/ baik) jika dilakukan berlebihan akan menjadi tidak baik, sedangkan standar sederhana setiap orang tidak selalu sama. Bagi seorang yang sudah mendalam pemahamannya tentang ajaran Islam, ia tidak akan mudah menjustifikasi seseorang hanya dengan melihat sesuatu dari satu sudut pandang, bahkan tidak gampang menghakimi secara sepihak atas apa yang dilihatnya. Justru seorang alim akan cenderung menampakkan nilai positif yang terkandung dalam setiap hal yang ia dapati.
Seorang alim yang arif akan bersikap lembut dan longgar terhadap lainnya dalam beramal ibadah dengan tujuan agar cara beragama orang awam tersebut perlahan menjadi lebih baik melalui sebuah proses, tapi akan keras dan berdisiplin tinggi terhadap dirinya sendiri.
Jadi, marilah kita berusaha selalu arif dalam memandang setiap perkara dan tidak gampang menilai orang salah.
Tabik, 28/04/2020
AzetK