Pada era globalisasi ini banyak sekali
perkembangan-perkembangan pola hidup barat yang mempengaruhi pola
kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di daerah
perkotaan. Mereka lebih cepat terkontaminasi oleh gemerlap dan gaya dunia
barat. Salah satu dari pengaruhnya ialah di daerah perkotaan banyak tempat –
tempat yang menjadi titik central kehidupan yang cnta dunia yang dibawa oleh
dunia barat. Hal ini pun dijadikan tempat lahan untuk memperkerjakan masyarakat
lokal agar mendapatkan pekerjaan.
Walaupun tempat tersebut yang disebut dengan diskotik menjadi lahan
pekerjaan bagi para pengangguran yang berada di daerah perkotaan, namun hal ini
justru menjadi problem bagi umat muslim yang menjadi pengangguran kemudian
mereka bekerja di tempat tersebut. Bagaimana hukumnya bekerja di tempat seperti
itu yang menjadi pusat kemaksiatan.
Dari fenomena di atas ada juga dari sebagian golongan yang melakukan
pekerjaan tersebut dengan dalih dalih sabda nabi Muhammad Saw yang artinya "Sesungguhnya Allah
tidak melihat jasad dan rupa kalian, melainkan melihat hati kalian" mereka
berargumen bahwasanya apapun pekerjaan boleh dijalankan, asalkan hatinya tetap
baik, karena itulah yang Allah lihat. Di samping itu merekapun mengatakan
bahwasanya segala sesuatu itu tergantung niatnya, sebagaimana hadist Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi "إنما الأعمال بالنيات"
PCI NU Pakistan dalam hal ini telah melakukan pembahasan mengenai hukum
menjadi karyawan diskotik berdasarkan dalil-dalil yang bertentangan dengan argumen
sebagian golongan yang menganggap bahwa menjadi seorang DJ (Pekerja Diskotik) itu
adalah bagian dari pekerjaan yang lumrah untuk dijalankan.
Pertama
mengenai hadist tentang keutamaan niat yang berbunyi:
عن عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الأعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى
مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
“Setiap perbuatan itu
tergantung kepada niatnya dan bagi setiap orang sesuai dengan niatnya.
Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya dan barangsiapa hijrahnya karena mengaharapkan kepentingan dunia
atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang
dinikahinya.”(HR. Bukhari Muslim dari Umar bin Khathab)
Dalam hadist ini jelas, bahwasanya segala pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang hamba tergantung kepada niatnya. Tatkala seseorang
bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka yang ia dapatkan hanya
apa yang ia tuju, yaitu harta dan kekayaan, Beda halnya seseorang yang bekerja
untuk menggapai keridhoan Allah swt, maka ia akan mendapatkan keberkahan dari
segala yang ia kerjakan. Dalam hal ini kebanyakan dari orang hanya memenggal
hadist sampai kata “tergantung kepada niatnya” ia tidak melanjutkan rahasia
sebenarnya dari hadist ini, yaitu bekerja demi menggapai keridhoan Allah Swt.
Dengan perkembangan zaman
seperti yang kita rasakan saat ini, terkadang banyak hal yang dirasa wajar,
padahal hal tersebut melanggar perintah Allah Swt. Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم }وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ
تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ
فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ{
Potongan ayat "وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ" yang diartikan, dan syaitan
memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari
jalan (Allah), sedangkan mereka orang-orang yang perpandangan tajam. Di dalam
ayat ini menjelaskan bahwa syatian telah menjadikan perbuatan yang buruk seakan-akan
menjadi perbuatan yang baik, sehingga manusia menganggap bahwa ia telah
mengerjakan perbuatan yang benar bagi dirinya. Begitu juga di dalam surat Al-Baqorah ayat 42
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم}وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ
بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ{
Yang artinya “Janganlah kamu campur-adukkan antara
kebenaran dan kebatilan, dan kamu sembunyikan yang benar padahal kamu
mengetahuinya” kaitan dua ayat di atas bahwa golongan tersebut telah mencampur-adukan antara
kebenaran dan kebatilan dan membenarkan argumen mereka bahwa yang mereka
kerjakan adalah perbuatan yang benar, maka telah jelas bahwa hukum bekerja di
diskotik dalam islam tidak bisa di bilang benar.
Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fatwa-Fatwa
Kontemporer menegaskan, Islam mengharamkan semua bentuk kerjasama atas dosa dan
permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu
dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril
ataupun materil, perbuatan ataupun perkataan.
Tentang khamar (minuman keras, beralkohol) Nabi Saw
bersabda:
عن ابْنِ عُمَرَ قال قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ
وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا
وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ )
“Dari Ibnu Umar Rasulallah SAW bersabda: “Allah melaknat khamar,
peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan
yang dibawakannya.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Tentang suap, Abdullah Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhu berkata:
وَعَنْ عَبْدِ
اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِي وَالْمُرْتَشِيَ والرائش ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ
“Rasulullah saw. melaknat orang yang
menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantaranya.” (HR Ibnu Hibban
dan Hakim)
Tentang riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah
melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya.” Dan beliau bersabda: “Mereka itu
sama.”(HR Muslim).
Al-Qaradhawi juga menyebutkan
kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan
telah mencapai “tingkatan darurat, terpaksa bekerja di tempat yang mengandung
maksiat sebagai sarana mencari rezeki, sebagaimana firman Allah SWT:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم}
إِنَّمَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ
لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ
إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ{
Dalam ayat ini kita ambil”…Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah:173).
Namun demikian tingkatan darurat di sini adalah keadaan
yang sangat darurat. Dalam artian apabila dia tidak mengerjakan hal tersebut
dia akan melanggar salah satu dari 5 kemaslahatan yang dhoruriyyat, semisal dia
akan kehilangan nyawanya, karena kelaparan dll. Itupun hanya terbatas di waktu itu
saja. Selanjutnya diharuskan baginya untuk mencari pekerjaan lain demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena sebagai seorang Mukmin sudah sepatutnya kita mencari
nafkah dari pekerjaan yang halal, dan selalu mengingat bahwa Allah SWT Maha
Pengatur dan Pemberi Rezeki, tugas kita adalah ikhtiar, berdoa, dan tawakal. Wallahu a’lam.*
*Hasil Bahtsul Masail PCI NU
Pakistan, 18 Februari 2016
No comments:
Post a Comment