Tuesday 17 November 2015

METODE IJTIHAD IMAM MALIK


Oleh : Abdullah Haq Al-Haidary
A. Biografi singkat Imam Malik
Nama lengkap Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Abi ‘Amar al-Ashbahi. Ada beberapa riwayat yang menerangkan tahun kelahiran beliau, dalam kitab madkhol ila dirasati madzahibul fiqhiyah dikatakan bahwa ada riwayat yang mengatakan beliau lahir pada tahun 95 H dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 97 H , Tetapi dari beberapa riwayat , yang palih arjah di katakan bahwa beliau di lahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau juga termasuk ulama dua zaman. Ia lahir pada zaman Dinasti Umayyah, tepatnya pada masa pemerintahan Walid bin Malik (setelah Umar bin Abdul Aziz), dan meninggal pada masa Dinasti Abbasiyah, tepatnya pada masa harun al-rasyid, yaitu pada tahun 179 H. Beliau merasakan pemerintahan Umayyah selama 40 tahun dan pemerintahan Abbasiyah selama 46 tahun.
Sejak usia muda Imam Malik sangat menghargai Hadist Rasul pada masa belajarnya Imam Malik menghadapkan empat macam ilmu. Yang pertama adalah cara membantah pengikut hawa nafsu, orang yang mengembangkan kesesatan dan perbedaan pendapat di bidang fiqh. Ilmu ini dipelajari dari Abdul Rahman bin Hurmuz. Kedua, fatwa sahabat dan tabi’in. Fiqh sahabat dan fiqh tabi’in adalah sebagian sumber fiqh bagi Imam Malik. Fiqh ini dipelajari dari ulama tabi’in. Ketiga, fiqh Ijtihad. Fiqh ini dipelajari dari Rabi’ah, termasuk di dalamnya adalah cara menggunakan qiyas dan maslahah. Keempat, hadits Rasulullah. Beliau mendatangi orang-orang yang dapat dipercaya riwayatnya dan mempunyai pengetahuan yang mendalam dalam bidang hukum.
Selama menuntut ilmu, Imam Malik dikenal sangat sabar, tidak jarang beliau menemui kesulitan dan penderitaan. Ibnu Al-Qasim pernah mengatakan “Penderitaan Malik selama menuntut ilmu sedemikian rupa sampai-sampai ia pernah terpaksa harus memotong kayu atap rumahnya kemudian dijual di pasar.  Meskipun Imam Malik senantiasa menutupi kemiskinan dan penderitaannya dengan selalu berpakaian baik, rapi dan bersih serta memakai minyak wangi tetapi al-Layti Ibn Sa’ad mengetahui kondisi Imam Malik, sehingga sepulang ke negerinya, Al Laits Ibn Sa’ad tetap mengirimkan hadiah uang kepada Imam Malik di Madinah, dan ketika itu khalifah yang sedang berkuasa menyambut baik seruan Imam Malik agar penguasa memberi gaji atau penghasilan lainnya kepada para ahli ilmu. Hari-hari Imam Malik dilalui dengan sikap taqwa, rajin shalat, melayat orang yang mati, membesuk yang sakit, memenuhi kewajibannya, i’tikaf di masjid dan berkumpul dengan teman-temannya dan menjawab.
Ketika ia sakit, ia berpesan supaya dikafani dengan sebagian kain putih yang biasa ia gunakan dan meminta agar dikuburkan di Baqi’ yang terletak di luar kota Madinah. Di tempat itulah para sahabat yang tewas dalam perang. Baqi’ terkenal sebagai pekuburan Islam yang bersejarah di Madinah. Imam Malik meninggal pada hari ahad tahun 789 M. Ia wafat
pada usia 87 tahun. Imam Malik meninggal dengan tidak meninggalkan harta warisan yang ditinggal hanyalah kitab al-Muwattha’ dan sekian banyak fatwa dan kader-kader agama yang dididiknya sampai menjadi ulama’ besar



B. Rumusan masalah

1. Siapakah itu Imam Malik?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Madzhab Imam Malik?
3. Bagaiaman metodeIjtihad  imam malik dalam mengambil Hukum Syar’?
4. Guru guru, Murid dan kitab kitab karang beliau

C.  Metode ijtihad Imam Malik
Mengenai metode istinbath hukum Imam Malik yang dijelaskan al- Qadhi Iyad dalam kitabnya al-Madhaarik Dar al-Rasyid, dan juga salah seorang fuqaha malikiyah dalam kitabnya al-Bahjah yang disimpulkan oleh pengarang kitab tarikh al-Madzahibil islamiyah sebagai berikut:
وخلاصة ما ذكره هذان العالمان وغيرهما أن منهاج امام دار الهجرة انه يأ خذ
بكتاب الله تعالى اولا, فان لم يجد في كتاب الله تعالى نص اتجه الى السنة ويدخل
السنة عنده احاديث رسول الله صلعم,وفتاوى الصحابة واقصيتم وعمل اهل المدينة
ومن بعد السنة بشيئ فروعهايجر القياس
Artinya: “Kesimpulan apa yang telah dikemukakan oleh kedua ulama ini dan yang lainnya, bahwasanya metode ijtihad imam dar al-hijrah ini adalah bahwa beliau pertama-tama berpegang pada kitabullah, apabila beliau tidak mendapatkan sesuatu nash di dalamnya maka beliau mencari di dalam sunnah dan menurut beliau masih termasuk pada kategori sunnah perkataan Rasulullah, bahwa fatwa para sahabat, putusan hukum mereka dan perbuatan penduduk Madinah dan setelah sunnah dengan berbagai cabangnya barulah
datang (dipakai) qiyas”.
Para ulama membagi dalil hukum syara` menjadi dua, pertama dalil yang disepakati (muttafaq), dan dalil yang tidak disepakati (mukhtalaf). Dari dalil muttafaq yaitu Al-quran, assunah al muqoddasah dan yang merupakan dalil mukhtalaf
Dan dalam proses Istinbath al-Ahkam Imam Malik menempuh cara sebagai berikut:
  1. Nash (Kitabullah dan Sunnah yang mutawatir)
    1. zhahir Nash
    2. menerima mafhum mukhalafah
  2. Berpegang pada amal perbuatan penduduk Madinah
  3. Berpegang pada Hadis ahad (jadi, beliau mendahulukan amal penduduk Madinah daripada hadis ahad)
  4. Qaulus shahabi
  5. Qiyas
  6. Istihsan
  7. Mashalih al-Mursalah

. Sementara itu salah satu penerus Madzhab Maliki yaitu al-Syathiby menjelaskan bahwa dalil hukum bagi Madzhab Maliki adalah al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’ dan Qiyas. Salah satu dalil hukum yang sering dijadikan oleh Imam Malik adalah Ijma’ ulama Madinah. Beliau lebih mengutamakan ijma’ dan Amal ulama Madinah daripada qiyas, khabar ahad dan qaul shahabat.
Alasan Malik dalam menetapkan Ijma’ Ahli Madinah sebagai sumber hukumnya adalah:
1.      Bahwa Madinah adalah tempat Hijrah Rasulullah saw, tempat turunnya wahyu, tempat tumbuhnya Islam, tempat berkumpulnya para sahabat. Atas alasan inilah bahwa kebeneran dalam arti kebeneran yang berasal dari Rasulullah tidak akan ditinggalkan oleh para sahabat dan masyarakat Madinah.
2.      Bahwa masyarakat Madinah menyaksikan peristiwa turunnya wahyu, mendengarkan takwil langsung dari Rasulullah saw dan lebih mengetahui tentang keadaan dan kondisi Rasulullah.
3.      Bahwa riwayat yang berasal dari masyarakat Madinah lebih diutamakan ketimbang masyarakat lainnya, karena itu Ijma’ mereka juga lebih diutamakan daripada ijma’ yang lainnya
Contoh pendapat Imam Malik
            Ulama sepakat bahwa adzan shalat dilakukan dua kali-dua kali, tetapi mereka berbeda pendapat tentang jumlah jumlah qamat shalat. Menurut Imam Malik, qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Ketika ditanya tentang adzan dan qamat yang dilakukan dua kali-dua kali, imam malik menjawab, “Tidak sampai kepadaku dalil tentang adzan dan qamat salat,aku hanya mendapatkannya dari amal manusia… qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Itulah yang senantiasa dilakukan oleh ulama dinegeri kami. (Ijma’ Ulama Madinah)
D. Guru-Guru Imam Malik

Saat menuntut ilmu, Imam Malik mempunyai banyak guru. Dalam kitab “Tahzibul Asma Wallughat” menerangkan bahwa Imam Malik pernah belajar kepada 900 orang syekh, 300 darinya dari golongan tabi’in dan 600 lagi dari tabi’it-tabi’in10 dan guru-gurunya yang terkenal
diantaranya :

a. Abdul Rahman bin Hurmuz Al-Araj
Imam Malik banyak mendengarkan hadits-hadits Nabi SAW dari. Dan beliau berguru selama kurang lebih 7 tahun dan pada masa itu beliau tidak pernah pergi belajar kepada guru yang lain.11

b. Rabi’ah bin Abdul Rahman Furukh (Rabi’ah al-Ray)
Beliau berguru padanya ketika masih kecil, Imam Malik banyak mendengarkan hadits-hadits Nabi SAW dari beliau. Dan Rabi’ah ibn Abd Al-Rahman juga merupakan guru Imam Malik dalam bidang hukum Islam.

c. Nafi’ Maula Ibnu Umar
Imam Malik belajar ilmu hadits kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar yang wafat pada th 117 H12

d. Ibnu Syihab Al-Zuhry
Imam Malik yang belajar hadits13

e. Nafi’ bin Abi Nu’aim

Imam Malik belajar ilmu qira’at kepada Nafi’ bin Abi Nu’aim Sedangkan guru-guru beliau yang lainnya adalah: Ja’far Ash Shadiq, Muhammad bin Yahya al-Anshari, Abu Hazim Salmah bin Nidar, Yahya bin Sa’id, Hisyam bin Urwah, dll.

E. Murid-Murid Imam Malik

Imam Malik mempunyai banyak murid yang terdiri dari para ulama’. Qadi Ilyad menyebutkan bahwa lebih dari 1000 orang ulama terkenal yang menjadi murid Imam Malik, di antaranya: Muhammad bin Muslim al –Zuhri, Rabi’ah bin Abdurrahman, Yahya bin Said al-Anshari, Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umayyah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Ziab, Abdul Malik bin Suraih, Muhammad bin Ishaq dan Sulaiman bin Mahram al-Amasi. Sedangkan yang seangkatannya adalah Sufyan bin Sa’id al-Sauri, Lais bin Sa’ad al-Misri, al-Awza’i, Hammad bin Zard. Sufyan bin Uyaynah, Hammad bin Salamah, Abu Hanifah dan Putranya Hammad.

F. Karya-Karya Imam Malik
Diantara karya-karya Imam Malik adalah kitab al-Muwaththa’ yang ditulis pada tahun 144 H. Atas anjuran khalifah Ja’far al-Manshur. Menurut penelitian Abu Bakar al-Abhary Atsar Rasulullah SAW, sahabat dan tabi’in yang tercantum dalam kitab al-Mutwaththa’ sejumlah 1.720
buah. Pendapat Imam Malik ibn Anas dapat sampai kepada kita melalui 2 buah kitab, yaitu al-Muwaththa’ dan al-Mudawwanah al-Kubra.16 Kitab al- Muwaththa’ mengandung 2 aspek hadits karena al-Muwaththa’ banyak mengandung Hadits yang berasal dari Rasulullah SAW, atau dari sahabat dan tabi’in dan Hadits itu diperoleh dari 95 orang yang kesemuanya dari penduduk Madinah, kecuali 6 orang saja, diantaranya : Abu al-Zubair (Makkah), Humard al-Ta’wil dan Ayyub al-Sahti yang (Bashra), Atha’ Ibn Abdullah (Lhurasan), Abdul Karim (Jazirah), Ibrahim ibn Abi Ablah (Syam). Sedangkan yang dimaksud aspek fiqh adalah karena kitab al- Muwaththa’ disusun berdasarkan sistematika dengan bab-bab pembahasan layaknya kitab fiqh. Ada bab kitab Thaharah, shalat, zakat, shaum, nikah, dst.18

Kitab Mudawwanah Al-Kubra merupakan kumpulan risalah yang memuat kurang lebih 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik yang dikumpulkan Asad Ibu Al-Furat Al-Naisabury yang berasal dari Tunis yang pernah menjadi murid Imam Malik. Al-Muwaththa’ sebenarnya ditulis oleh Asad Ibu Al-Furat ketika di Irak, ketika dia bertemu dengan Yusuf dan Muhammad yang merupakan murid Abu Hanifah. Ia banyak mendengar masalah fiqh aliran Irak. Kemudian dia pergi ke Mesir dan bertemu dengan Ibu Al-Qasim, murid Imam Malik. Dengan permasalahan fiqh yang diperolehnya dari Irak, dia tanyakan kepada Ibu Al-Qasim dan akhirnya jawaban-jawaban itulah yang kemudian menjadi kitab Al-Mudawwanah Al-Kubra.


G. Refrensi
1. Jumah, Ali Dr. AL madkhal ila dirosah al madzahib al fiqhiyyah, Darussalam.kairo.2004




No comments:

Post a Comment