oleh : Ikmal Toha
Seperti yang telah disampaikan
sebelumnya, bahwa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup semua permasalahan yang
terjadi kepada umat islam langsung ditanyakan kepada beliau, baik itu masalah
aqidah, ibadah, mu’amalah dll. Maka ketika beliau wafat dan meluasnya wilayah
kekuasaan islam sering terjadi masalah yang tidak ada dalilnya dalam kitab dan
sunnah maka dimusyawarahkan oleh para sahabat yang dibilang mumpuni dalam hal
ini, dan dipilihlah beberapa orang dari mereka untuk diberi tanggung jawab
menjadi seorang mufti dalam menghukumi suatu masalah.
Pada masa tabi’in dan tabi
tabi’in pun demikian, hanya orang tertentu yang direkomendasikan oleh kholifah
dan atas ketentuan ijma’ untuk menjadi imam rujukan kaum muslimin. Seperti
Sa’id bin musayyab di madinah, Atho bin Abi Rabah di Makah, kaus bin Kaisan di
yaman, Ibrahim Annah’ari di Kufah, Makhul di Syam dan Hasan Al-Bashri di
basrah. Pada masa ini umat islam dalam hal berijtihad terbagi menjadi dua
keompok besar, ahlu ro’yi di irak dan ahlul hadits di hijaz.
Masuk kepada era tabi’ tabi’
tabi’in pada awal abad ke-2 hijriah muncul imam-imam madzhab, Imam As-syafi’I,
Imam Abu Hanifah, Imam Maliki dan Imam Ahmad bin hanbal.
Diakhir abad ketiga dan awal abad
ke-4 disinyalir masa merosotnya ilmu fiqh yang di yakini oleh sebagian kelompok
umat islam inilah masa kemunduran umat islam, masa merajalelanya kebid’ahan,
ta’assub buta dengan menghukumi bahwa madzhab itu bid’ah dan orang yang
bermadzhab adalah sesat.
pemikiran kelompok tersebut
dengan gencar menda’wahkan agar semua umat islam untuk kembali kepada alqur’an
dan sunah dan mengharamkan bermadzhab. Karena mereka menilai imam madzhab tidak
lebih seperti kita, manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan dosa, dan
mengajak umat islam untuk meninggalkan madzhab dan beristinbath langsung kepada
alqur’an dan hadits sesuai kemampuan tanpa membedakan antara orang yang faham
ilmu agama dan orang umum yang belum pernah mengeyam pendidikan agama.
Fenomena pemikiran inilah yang
penulis kira sebagai salah satu alasan Syekh Sa’id Ramadhan Al Buthi menulis
kitab “Allamadzhabiyah akhtoru bid’atin tuhaddidu assyariah al islamiyah” dan Tentunya
hanya sedikit yang penulis ketahui penyebab dan tujuan ditulisnya buku
Allamadzhabiyah oleh Sykeh Al-buti tapi sedikit menganalisa bahwa pemikiran
anti madzhab inilah yang membuat syekh Al-Buti mencoba menjawab semua pemikiran
mereka, seperti yang beliau sampaikan di muqoddimah cetakan pertama “sebenarnya
saya tidak ingin menyibukan diri dan pulpen saya dalam masalah pelik ini, dan
karena ini masalah yang sudah jelas kebenarannya…………dikarenakan muncul sebagian
orang tanpa diketahui kapan munculnya dan apa penyebabnya dengan bangga
mengatakan: taqlid kepada imam madzhab kafir!..bermadzhab dengan madzhab
tertentu sesat!! Dan mengikuti imam madzhab adalah bukti menyekutukan Allah
SWT..” dan sebagai sanggahan terhadap surat yang di tulis oleh Syekh Al
ma’syumi Al hujnadi.
Insya allah dalam tulisan makalah
yang sederhana ini penulis mencoba mengulang apa yang pernah penulis baca dan
apa yang dapat difahami, tentunya sangat jauh kemampuan penulis untuk mengulas
atau membedah apa yang Syekh Al buti
kemukakan.
A.
Biografi syekh Sa’id
Ramadhan Al-Buthi
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi [محمد سعيد رمضان البوطي] yang bernama lengkap Muhammad Sa’id ibnu Mula Ramadhan ibnu
Umar al-Buthi. Beliau lahir di Buthan (Turki) pada tahun 1929 M/ 1347 H,
beliau lahir dari sebuah keluarga religius. Ayah beliau adalah Syekh Mula
Ramadhan, seorang ulama besar di Turki. Usai peristiwa kudeta Kemal Attatruk,
al-Buthi kecil dibawa ikut keluarganya pindah ke Syiria.
Al-Buthi belajar agama pertama kali dari Ayah beliau
sendiri, mulanya beliau diajarkan tentang Aqidah, kemudian baru mempelajari
sirah nabi, kemudian baru mempelajari ilmu alat, Nahwu dan Sharaf, dan beliau
sanggup menghafal kitab Alfiyah Ibnu Malik, yaitu salah satu kitab tentang ilmu
Nahwu yang berbentuk sya’ir, beliau mampu menghafal 1000 bait sya’ir kitab
tersebut, padahal usia beliau masih 4 tahunan, dan pada usia 6 tahun beliau
sudah khatam Al-Quran.
al-Buthi juga menempuh pendidikan di Ma’had at-Taujih
al-Islamy Damaskus, di bawah bimbingan al-‘allamah Syekh Hasan Habannakeh
–rahimahullah. Dan diusia beliau yang belum melewati 17 tahun, beliau telah
mampu naik mimbar menjadi khatib. beliau menyelesaikan pendidikannya di Ma’had
at-Taujih al-Islamy Damaskus pada tahun 1953 M
Pada tahun tersebut al-Buthi menuju Cairo Mesir dan
meneruskan studinya dengan spesialisasi ilmu Syariah hingga memperoleh Ijazah
Licence. Pendidikan Diploma-nya (setingkat S2) ia ikuti di Fakultas Bahasa
Arab. Pada tahun 1965, Sa’id Ramadhan menyelesaikan program Doktornya di
Universitas Al-Azhar dengan predikat Mumtaz Syaf ‘Ula. Disertasi yang ia
tulis dan berjudul “Dlawabit al-Mashlahah fi asy-Syari’at al-Islamiyyah”
mendapatkan rekomendasi Jami’ah al-Azhar sebagai “Karya Tulis yang Layak
Dipublikasikan”
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan
Al-Buthi, syahid terbunuh dalam sebuah aksi bom bunuh diri yang terjadi di
Mesjid al-Iman Damaskus Syiria, pada tanggal 21 Maret 2013 M atau bertepatan
pada tanggal 9 Jumadil Awal 1434 H, bom bunuh diri tersebut terjadi disaat
beliau sedang melakukan kajian rutin malam Jum’at di Mesjid tersebut. Beliau
tutup usia pada umur 84 tahun, dan disholatkan pada
tanggal 23 Maret 2013 di Mesjid Umayyah oleh ribuan jama’ah dari Iran, Libanon
dan Urdun, beliau dimakamkan didekat
Mesjid tersebut, disamping makam Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.
(http://sejarah.kompasiana.com/2013/03/31/biografi-syaikh-muhammad-said-ramadhan-al-buthi-541674.html)
B.
Isi buku
Buku Allamadzhabiyah Akhtoru bid’atin tuhaddidu
assyari’ah al islamiyah ditulis sebagai sanggahan terhadapa pemikiran anti
madzhab, dan penjelasan akan akibat yang akan ditimbulkan daripada pemikiran
tersebut.
Buku yang terdiri dari 201 halaman ini sebagai jawaban
fenomena yang saat ini sering terjadi, mengkafirkan sesama muslim, menganggap
sesat orang yang tidak sejalan dengannya, dll. Disamping merupakan buku yang
pas dibaca oleh kaum awam yang belum mengetahui cara pengambilan hukum dari
alqur’an dan sunnah dalam masalah taqlid dan madzhab, buku ini juga ditujukan
kepada ulama agar lebih bijak dalam masalah perbedaan, santun dalam berdebat.
Seperti yang disampaikan oleh Syekh Mala Ramadhan, ayahanda Al buthi dalam
prakatanya.
ان هذا
الكتاب اي اللا مذهبية انما الف للعلماء لا للعوام (1)
(hal 25
Syekh Al buthi membagi buku ini menjadi enam judul,
diantaranya:
a.
Ringkasan pemikiran anti
madzhab -خلاصة ما جاء فى الكراس
b.
Permasalahan yang sudah
menjadi ijma’ ummat -امور لا
خلاف فيها
c.
Dalil-dalil pemikiran anti
madzhab dan sanggahannya -الجديد الذي يدعيه الكراس وادلته والرد عليه
d.
Kebolehan bertaqlid dan
tidak ada larangannya bermadzhab dengan madzhab tertentu – لا مناص
من التقليد ولا مانع من اتباع مذهب معين
e.
Ringkasan perdebatan antara
penulis dan golongan anti madzhab – خلاصة مناقشة جرت بيني وبين اللا مذهبين
f.
Tambahan yang berkaitan
dengan buku Atta’ashub Almadzhabi - ملحق فى التعليق على كتان
التعصب المذهبي
1.
Ringkasan pemikiran
anti madzhab
Syekh Al
buthi meringkas pemikiran Golongan anti madzhab dalam kitab mereka dengan
mengawali pembahasan hakikat iman dan islam dengan menyampaikan hadits Jibril
a.s yang bertanya kepada rasulullah SAW tentang iman islam dan ihsan dan hadits
laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW akan perbuatan yang akan membuat
masuk surga. Dari hadits-hadits tersebut mereka menyimpulkan bahwa islam itu
tidak lebih daripada kalimat-kalimat dan hukum-hukum yang mudah dengan begitu
tidak diharuskan bagi siapapun untuk mengikuti madzhab.
Hukum-hukum
islam menurut mereka sangat mudah difahami tanpa harus bersusah payah atau taqlid
kepada imam, cukup berpegang kepada Almuwatho imam malik, kitab sohih Bukhori
dan Muslim, Sunan Abu daud, Jami Attirmidzi dan jami Annasai. Kalaupun apabila
ada hadist yang tidak diketahui nasikh dan mansukhnya maka diamalkannya hadits
tersebut yang pertama disuatu waktu kemudian hadits yang kedua di waktu yang
lain.
Mereka beralasan
bahwa madzhab itu hanyalah hasil penelitian seorang ulama dan pemahamannya akan
suatu hukum yang mana Allah SWT tidak mengajibkan manusia untuk mengikutinya,
sedangkan kita ketahui bahwa manusia itu tidak akan pernah lepas dari kesalahan
dan dosa. Dengan begitu sudah seharusnya kita sebagai umat islam untuk kembali
kepada alqur’an dan sunnah secara langsung tanpa perantar imam atau madzhab
karena keduanya ma’shum atau lepas dari kesalahan.
Madzhab
menurut mereka sesuai dan diperkuat dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu kholdun
dan muqoddimahnya adalah efek daripada kericuhan perpolitikan umat islam yang
tidak adil yang muncul pada abad ke-3 hijriyah yang tidak ada contohnya dari
jaman Nabi SAW dan para sahabat, dengan begitu madzhab adalah suatu kebid’ahan
dan kesesatan yang nyata yang wajib dihindari oleh semua umat islam. Yang mana
umat islam ketika di alam kubur pun tidak akan ditanya madzhab apa atau manhaj
siapa, dengan begitu Sudah jelas bahwa madzhab itu adalah suatu cara untuk
menyaingi dan menyimpang daripada Rasulullah SAW.
ان المذهب الحق الواجب الذهاب اليه
والاتباع له انما هو مذهب سيدنا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم ....ثم
مذهب خلفائه الراشدين رضوان الله عليهم ...فمن اين جاءت هذه المذاهب ولماذاشاعت
والزمت على ذمم المسلمين؟ (الكراس:12)
Dengan
memperkuat pemikiran mereka diambil pernyataan Syekh Addihlawi yang mengatakan
“Barangsiapa yang melaksanakan semua perkataan imam daripada imam yang empat
dan tidak bersandar kepada alqur’an dan hadits maka dia telah menyimpang dari
ijma’ dan keluar dari jalan umat yang beriman”
Untuk
selanjutnya golongan anti madzhab mebagi manusia menjadi dua kelompok yaitu
taqlid dan ittiba’. Taqlid adalah sesuatu yang tercela yang wajib dihindari
oleh umat islam, sedangkan ittiba’ adalah sesuatu yang terpuji yang sudah
semestinya menjadi usaha setiap manusia.
2.
Permasalahan yang
sudah menjadi ijma’ ummat
Setelah meringkas apa yang menjadi pemikiran golongan anti
madzhab, di bab ini Syekh Al buthi menyatakan poin-poin pemikiran seputar
madzhab yang sudah menjadi ijma’ umat islam dan tidak perlu dibahas lagi karena
tidak adanya pertentangan, yaitu:
a. Tidak adanya syariat yang mengharuskan setiap pengikut madzhab
untuk terus menerus mengikuti madzhab tertentu dan tidak adanya larangan bagi
mereka untuk mengambil dan melaksanakan pendapat madzhab yang lainnya, karena
umat islam sudah sepakat bahwa seorang muqollid berhak untuk menilai siapa yang
akan dia ikuti yang lebih kuat pendapatnya sesua dalil dari alqur’an dan
hadits.
b. Keharaman bertaqlid bagi orang yang sudah mengetahui dalil dari
alqur’an dan sunnah dan menguasai metode ijtihad.
c. Kesadaran dan pengakuan tiap diri imam madzhab akan keterbatasan
kemampuan mereka, mereka tidak yakin apa yang telah mereka usahakan sesuai
dengan kehendak Allah SWT dan rasul-Nya untuk hamba-Nya dalam setiap masalah
yang mereka ijtihadkan. Mereka hanya mengandalkan hidayah dari Allah SWT untuk
mereka.
Dengan demikian, siapapun pengikut
madzhab tertentu tetap harus mencari dan mengikuti kebenaran dan berpegang
teguh terhadap petunjuk, seandainya dia mengikuti salah satu dari imam empat
maka dia tidak sepatutnya menyangka bahwa madzhab yang lain out salah.
ketiga perkara inilah yang jadi
kesepakatan umat islam, tetapi ketahui banyak penyelewengan dan melanggar
kesepakatan ini, itu dikarenakan dua alasan.
a.
Taassub yang tanpa dasar
atau pengetahuan
b.
Untuk mengambil keuntungan
pribadi atau kelompok
Poin yang tiga itu sudah disepakati oleh
umat islam, dan dari sebagian ulama yang tegas dalam masalah ini seperti imam
Ibnu qoyyim dan syekh Izz bin abdussalam, syekh Addihlawi dan yang lainnya tapi
ketegasan mereka kemudian oleh golongan anti madzhab dijadikan dalil bahwa
mereka sependapat dengan pemikiran mereka demi memperkuat gagasannya tetapi
bagaimana bisa seorang yang bermadzhab kemudian mengharamkan madzhab karena
kita ketahui bahwa syekh izz bin abdussalam itu bermadzhab syafii, syekh Kamal
bin Al hummam adalah madzhab hanafi, syekh ibnu qoyyim adalah madzhab Hanbali
dan syekh Addihlawi adalah madzhab Hanafi?
3.
Dalil-dalil pemikiran anti madzhab
dan sanggahannya
Disamping semua permasalahan yang
sudah menjadi kesepakatan umat islam datanglah pemikiran yang diusung oleh segolongan
orang anti madzhab yaitu diharamkan kepada umat islam siapapun itu untuk
bermadzhab kepada madzhab tertentu dari madzhab yang empat, karena itu
merupakan taassub buta, kesesatan yang jelas, dan barangsiapa yang melakukan
itu maka dia telah memecah belah agama dan dia komunis”.
Golongan anti madzhab memperkuat
argumentasinya dengan dalil-dalil, dan kemudian syekh Al buthi mendebat semua
dalil-dali mereka, yaitu:
a.
Mereka
mengatakan bahwa islam itu tidak lebih dari pada hukum-hukum yang sedikit,
mudah memahaminya dengan dalil hadits yang telah disebutkan diatas, dan madzhab
itu tidak lebih daripada ide seorang ilmuwan dalam memahami beberapa masalah
dan Allah SWT tidak mewajibkan kita untuk mengikutinya.
Syekh Al buthi membantah dalil itu dengan mengatakan
seandainya benar apa yang dinyatakan oleh golongan anti madzhab bahwa islam itu
simple, mudah seperti apa yang Nabi SAW
sampaikan kepada orang-orang tertentu,
maka untuk apa kitab-kitab hadits dengan beribu-ribu haditsnya dengan berbagai
macam hukum yang berhubungan dengan kehidupan umat islam? Dan semestinya
Rasulullah juga tidak harus susah2 dalam berda’wah, dan tidak harus mengajarkan
tiap hukum dan kewajiban manusia kepada Allah dengan susah payah dikerjakan
tiap waktu setiap hari.
Bahwa pernyataan Rasul SAW dalam
menerangkan islam dan rukun-rukunya kepada manusia itu sesuatu yang khusus, dan
mengajarkan tentang itu semua dan tata cara secara terperinci itu hal yang
lain. Kalau untuk sekedar meberitahukan islam secara umum dan rukun-rukunya itu
memang mudah dan membutuhkan waktu yang sebentar tapi untuk mengajarkan secara
terperinci itu butuh usaha, belajar dan pembiasaan.
Oleh karena itu maka Rasulullah
SAW mengutus Khalid bin walid ke Najran, Ali bin Abi thalib, Musa Al-asy’ari
dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Utsman bin Abi Al-‘ash ke Tsaqif untuk mengajarkan
umat ajaran islam scara terperinci sesuai apa yang telah diajarkan dan
dilaksanakan oleh Rasul yang mana golongan anti madzhab menganggap bahwa islam
itu mudah?
Memang ketika awal islam muncul
dan ketika Rasulullah SAW masih hidup wilayah islam masih sempit, dan ketika
setiap terjadi permasalahan bisa langung ditanyakan kepada Rasulullah SAW, tapi
masalah semakin banyak ketika wilayah kekuasaan islam semakin luas maka,
muncullah taqlid, kebiasaan, mashalih yang belum ada sebelumnya maka muncul
juga metode pengambilan istinbath yang semula hanya kitab dan sunah menjadi
kitab, sunah, ijma umat dan qiyas. Dan semua metode istinbath hukum itu berasal
dari kitab dan sunah itu sendiri. Tetapi bukan berarti hukum yang dihasilkan
daripada ijtihad tersebut sesuai dengan apa yang Allah SWT maksud, hanya usaha
sesuai dengan hidayah yang Allah SWT berikan untuk mereka dalam usaha ini.
Dengan begitu bagaimana bisa
dipisahkan antara islam dan apa yang telah disimpulkan oleh para imam yang
empat dan yang lainnya tentang asas mashadir istinbath hukum? Bagaimana orang
anti madzhab mengatakan bahwa madzhab itu hanya ide-ide seorang ilmuwan dan
pemahaman mereka dalam sebagian masalah dan tidak diharuskan untuk
mengikutinya?
Seperti hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Attirmidzi dari Syu’bah r.a, bahwasanya Nabi Muhammad SAW
mengutus Muadz bin jabal ke yaman. Maka itu adalah gambaran ijtihad dam pemahaman
dari para pemebesar sahabat dan member hukum dan menjadi sandaran umat manusia
dan wajib untuk diikuti sesuai dengan perintah Rasulullah SAW, kalau begitu
bagaimana bisa bahwa Allah dan rasul-Nya tidak mewajibkan kita untuk
mengikutinya?
b.
Bahwa dasar
pegangan ajaran agama islam hanya berpegang teguh terhadap kitab dan sunnah,
karena keduanya ma’shum berarti mengikuti madzhab merupakan penyelewengan dari
mengikuti yang ma’shum kepada yang tidak ma’shum (Al kuros 8 dan 12)
Syekh Al buthi menjawab bahwa
saya katakan terkait dengan perkataan fenomenal ini “siapa yang mengatakan
dalil ini dan menjadikan itu sebagai hukum? Jika mereka itu adalah orang yang
diberi kekuasaan untuk memahami hukum dari kitab dan sunah juga qiyas keduanya
secara langsung tanpa adanya perantara mufti atau imam maka dalil kalian benar,
tapi bagaimana jadinya apabila pernyataan itu diperuntukan untuk manusia secara
umum dan kepada orang yang tidak memliki kemampuan untuk berijtihad dan
istinbath dan meneliti dalil dan kandungannya maka pernyataan ini benar-benar
aneh.
Ma’shum dari kesalahan dalam
alqur’an itu adalah apa yang Allah SWT kehendaki dengan kalam-Nya dan yang
ma’shum dari kesalahan dalam sunnah nabi SAW itu adalah apa yang beliau
kehendaki terhadap sunnahnya, kalau pemahaman manusia terhadap kedunya tidak
mungkin ma’shum meskipun dia seorang imam, mujtahid, atau seorang bodoh
sekalipun.
c.
Dalil yang
ketiga bahwasanya tidak ada dalil yang jelas bahwasanya manusia ketika
menginggal akan ditanya tentang madzhab atau manhaj didalam kubur
kita bisa menilai dari dalil yang
dinyatakan oleh golongan anti madzhab bahwa amalan kewajiban manusia yang
dibebankan Allah SWT itu hanya seputar apa yang akan ditanyakan oleh malaikat
di kubur, dan apa yang tidak dipertanyakan maka tidak wajib dan tidak
disyariatkan.
saya berada sesuai dengan ijma
uamt dan apa yang telah menjadi manhaj ulama dan umat islam bahwa kewajiban
yang diembankan kepada umat islam di dunia itu itu lebih luas daripada pertanyaan
ringkas malaikat di dalam kubur.
Dan seoarang yang berkata
“ketahuilah bahwa madzhab yang benar yang wajib di ikuti itu hanya madzhab Nabi
Muhammad SAW, beliau imam yang agung yang wajib kita ikuti kemudian madzhab
khulafaurrasyidin, dan kita tidak diperintahkan secara khusus kecuali hanya
kepada mengkuti Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman
وماءاتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه
فانتهوا (الحشر:12)
Dan Rasulullah SAW bersabda :
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين
Memang apa bedanya madzhab imam
yang empat dengan madzhabnya Zaid bin tsabit atau Muadz bin jabal atau Abdullah
bi abas didalam memahami hukum islam? Dan apa bedanya madzhab yang empat dengan
madzhab ahlu ro’yi di irak dan madzhab ahlul hadits di hijaz, dan keduanya
merupakan pilihan para sahabat dan tabi’in dan mereka juga memliki pengikut?
d.
Pernyataan
yang diambil dari kitab Al-inshaf yang ditulis oleh syekh Addihlawi yaitu
من اخد
بجميع اقوال ابي حنيفة او جميع اقوال مالك او اقوال الشافعي او جميع اقوال احمد او
غيرهم ولم يعتمد على ما جاء فى الكتاب والسنة فقد خالف اجماع الامة واتبع غير سبيل
المؤمنين
Barang siapa yang mengambil semua
perkataan Abu hanifah atau semua perkataan Malik, atau perkataan Syafi’I atau
semua perkataan Ahmad atau yang lainnya dan tidak manyandarkan kepada apa-apa
yang ada dalam Al-qur’an dan sunnah maka dia telah menyimpang daripada ijma
umat dan mengikuti selain jalan orang-orang mu’min
Syekh Addihlawi tidak pernah
menyatakan pernyataan seperti ini terkait masalah muqollid yang belum mampu
untuk berijtihad secara umum, tidak ditemukan didalam kitab Al inshaf dan juga
tidak ada dalam kitab-kitab beliau yang lainnya, malahan kenyataannya terbalik.
Syekh Addihlawi berkata dalam
kitab Al-inshaf hal 53 dan kitab Hujjatullah Al balighoh hal 132
ان هذه المذاهب الاربعة المدونة المحررة وقد اجتمعت الامة او من يعتد
به منها على جواز تقليدها الى يومنا هذا وفى ذلك من المصالح ما لا يخفي ولا سيما
فى هذه الايام التي قصرت فيها الهمم جدا واشربت النفوس الهوى واعجب كل ذي راْي
براْيه
Dan beliau juga di hal 124 mengeluarkan pendapat atas
kebolehan seseorang mengikuti madzhab tertentu.
Memang kita tidak memungkiri
bahwa syekh Addihlawi berbicara dalam masalah ini atas keharaman bertaqlid bagi
orang yang sudah mencapai derajat ijtihad dalam suatu masalah atau dalam hukum
secara keseluruhan tetapi perkataan yang diambil sohib kuros itu dalam masalah
yang berbeda.
e.
Perkataan
yang diambil dari Iz bin abdussalam dan dari Ibnu qoyyim dan Kamal bin Al
hummam tentang pernyataan haramnya berpegang terhadap suatu madzhab tertentu
dan kewajiban berpegang teguh terhadap kitab dan sunnah secara langsung atau
mengambil pendapat setiap mujtahid tanpa mengikuti mujtahid tertentu
Kenyataan tidak seperti itu dan
bagaimana bisa mereka yang bermadzhab kemudian melarang kita untuk bermadzhab.
Tetapi dari semua imam tadi sepakat atas 3 perkara yang sudah menjadi ijma
umat.
f.
Dalil yang
keenam, anti madzhab menduga bahwa munculnya madzhab yang empat itu disebabkan
politik yang tidak
adil dan keinginan manusia untuk mencapai kedudukan, kemudian mereka mengambil
pendapat dalam muqoddimah Ibnu kholdun.
setelah saya telaah kitab ibnu kholdun ternyata saya tidak menemukan pernyataan itu
justru beliau pendapat tentang apa yang sudah menjadi kesepakatan umat islam.
Berkata di
halaman 216 tentang fiqh, dan berkembangnya fiqh dan munculnya madzhab
ان الصحابة كلهم لم يكونوا اهل فتيا ولا كان الدين يؤخذعن جميعهم
وانما كان ذلك مختصا بالحاملين للقران العارفين بناسخه ومنسوخه ومتشابهه ومحكمه
وسائر دلالاته بما تلقوه من النبي صلى الله عليه وسلم او ممن سمع منهم من عليتهم
وكانوا يسمون لذلك القراء.....
Dan Ibnu kholdun
menjelaskan secara terperinci sampai munculnya syiah dan biografi setiap imam
madzhab secara jelas.
g.
Dalil yang
ketujuh, golongan anti madzhab melemparkan pertanyaan kepada muqollid
على اي شيء كان اناس قبل ان يوجد فلان
وفلان الذين قلدتموهم وجعلتم اقوالهم بمنزلة نصون الشارع...افكان الناس قبل وجود
هؤلاءعلى هدى او ضلالة؟ فلا بد ان يقروا بانهم كانوا على هدى, فيقال لهم فما الذي
كانوا عليه غير اتباع القران والسنة والاثار وتقديم قول الله تعالى ورسوله واثار
الصحابة على ما يخالفها والتحكم عليها دون قول فلان وفلان براْيه, واذا كان هذا هو
الهدى فماذا بعد الحق الا الضلال فانى يؤفكون (الكراس:ص38)
Maka kami akan menjawab
pertanyaan yang dilontarkan : bahwa manusia sebelum munculnya fulan dan fulan
mengerjakan seperti apa yang telah dikatakan Ibnu kholdun yang menjadi pegangan
mereka.
ان الصحابة كلهم لم يكونوا اهل فتيا ولا كان الدين يؤخذعن جميعهم وانما
كان ذلك مختصا بالحاملين للقران العارفين بناسخه ومنسوخه ومتشابهه ومحكمه وسائر
دلالاته بما تلقوه من النبي صلى الله عليه وسلم او ممن سمع منهم من عليتهم وكانوا
يسمون لذلك القراء.....
Apabila yang menjadi mufti dan mujtahid hanya segelintir
dari sahabat dan terbatas seperti yang dijelaskan Ibnu kholdun, dan sisanya
dari pada mereka yang tidak memcapai derajat itu maka kepada siapa mereka
mencari ilmu tentang agamanya?? Sudah tentu mereka mengambilnya dari para
sahabat yang mencapai derajat mujtahid yang Cuma beberapa orang saja, apakah
taqlid ada bedanya dengan hal seperti ini?
4.
Kebolehan bertaqlid dan tidak ada
larangannya bermadzhab dengan madzhab tertentu
Poin-poin dari apa yang dikemukakan oleh anti
madzhab sebenarnya seputar dua masalah saja, yaitu:
a.
Keharaman bertaqlid secara
mutlaq dengan dalil bahwa mujtahid tidak ma’shum dan untuk berijtihad itu
mudah, tidak butuh lebih dari Almuwatho, sohihain, sunan abu daud, jami
tirmidzi
b.
Seorang muqollid tidak
boleh mengikuti madzhab tertentu, apabila seperti itu maka dia sesat dan dia
termasuk minalhumuri almustanfiroh.
Syekh Al buthi mendebat itu semua dengan mengajukan dalil,
diantaranya:
a.
Dalil naqli atas kebolehan
bertaqlid dan itu sudah menjadi ijma umat muslim
Taqlid adalah mengikuti
pendapat seseorang tanpa mengetahui alasan kebanaran pendapat itu, meskipun dia
mengetahui maka tetap disebut taqlid. Dan muqolid mengetahui alasan kenapa dia
berepegang terhadapa seorang alim atau mujtahid tanpa dia ketahui alasan
kebenaran apa yang dia ikuti
Karena tidak ada perbedaan antar
taqlid dan ittiba’, keduanya memilik arti yang sama seperti firman Allah SWT
اذ تبراْالذين اتبعوا من الذين اتبعوا وراواالعذاب وتقتعت بهم الاسباب
(166) وقال الذين اتبعوا لو ان لنا كرة فنتبراْ منهم كما تبرءوامنا كذلك يريهم
الله اعمالهم حسرات عليهم وما هم بخارجين من النار (167)
Maka tidak ragu lagi bahwa yang dimaksud dengan ittiba’
disini adalah taqlid a’ma yang tidak diperbolehkan.
Jadi muslim hanya terbagi dua, dia yang mengetahui dalil dan
menguasai tata cara pengambilan hukumnya maka dia disebut mujtahid. Dan orang
yang tidak mengetahui dalil dan tidak menguasai cara pengambilan hukum maka dia
muqollid mujtahid.
Dan dalil yang mewajibkan taqlid
ketika belum mampu berijtihad:
Firman Allah SWT
فاسالوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون ( النحل:43)
Sudah sepakat
ulama bahwa ayat diatas adalah perintah kepada orang yang belum mengetahui
hukum dan dalil dengan mengikuti orang yang mengetahui, dan ulama ushul telah
menjadikan ayat ini landasan yang utama atas kebolehan seorang ‘ami bertaqlid
kepada mujtahid
وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفرمن
كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى الدين وليندروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم
يحذرون ( التوبة : 122)
b.
Ijma’ sahabat Rosulillah
SAW karena mereka berbeda-beda dalam hal keilmuan,
dan tidak semuanya menjadi mufti atau mujtahid seperti yang telah dikatakan
oleh Ibn Kholdun.
Alghazali berkata dalam kitabnya
almustashfa didalam bab taqlid bahwa seorang yang belum mengetahui dalil dan
tidak mengetahui cara pengambilan hukum maka baginya taqlid. Juga al amdi
mengeluarkan pendapat yang sama yang ditulis dalam kitabnya al ihkam.
c. Dalil yang ketiga adalah dali ‘aqli seperti yang dikatakan oleh
Al ‘alamah syekh Abdullah diroz “ dalil yang masuk akal yaitu orang yang belum
mengetahui metode ijtihad apabila terjadi sesuatu permasalahan fiqh maka apakah
dia tidak beribadah sama sekali atau bertaqlid kepada mujtahid. Karena pilihan
yang pertama tidak mungkin karena telah melanggar syariat dan haknya sebagai
makhluk maka dia harus bertaqlid.
Berkata juga Imam Assyatibi dalam
kitabnya Almuwafaqot yang sejalan dengan perkataan Abdullah diroz “ fatwanya
mujtahid terhadap orang ‘awam itu seperti dalil-dalil syariatt terhadap para
mujtahid”
5.
Tidak diharamkan bagi muqollid
mengikuti madzhab tertentu
Bagi sesorang yang belum
mengetahui dalil dan tidak menguasai metode ijithad maka dia boleh mengikuti
madzhab tertentu.
Dalil yang kedua diqiyaskan kepada qiroah yang sepuluh
Dalil yang ketiga bahwa dijaman
kholifah itu diumumkan nama imam yang diberi tanggung jawab untuk menjadi mufti
dan menyuruh seluruh umat untuk ikut kepadanya dalam masalah hukum dan bertanya
dalam masalah agama seperti Atho bin robah dan mujahid di Makkah, Abdullah bin
ma’ud di irak dan Abdullah bin Umar di hijaz.
Apa maksud taqlid kepada imam
dan berpegang terhadap madzhabnya?
Apakah berpegang kepada
madzhabnya karena kepribadiannya atau kelebihan tertentu yang dimiliki imamnya?
Yang benar kenapa kita
bermadzhab, khsusunya bagi ‘ami yang bertaqlid kepada imamnya yaitu supaya
semuanya tertuju kepada satu tujuan yaitu shirotullah, atau tujuannya adalah
Allah SWT.
Imam assyatibi menjadi manusia
menjadi tiga
-
Mujtahid
-
Muqollid
-
Orang yang belum mencapai
derajat mujtahid tetapi dia paham dalil dan pemahamannya benar dalam menghukumi
dan mentarjih suatu hukum dan maka apabila dia benar maka derajatnya seperti
mujtahid tapi apabila usahanya tidak sesuai dengan yang rojih dan alasannya
lemah maka derajatnya kembali seperti ‘ami atau menjadi muqollid
Kapan bagi seseorang
diwajibkan untuk tidak bertaqlid?
-
Ketika telah sampai
pengetahuan seseorang dalam setiap masalah secara menyeluruh, dan menelaah
keseluruhan dalilnya, dan mengetahui metode ijtihad.
-
Ketika menemukan hadits
yang bertentangan dengan apa yang menjadi pegangan suatu madzhab dengam
keyakinan akan keshohihan hadits itu dan kesesuaian dalil terhadap hukum.
Tetapi dalam masalah ini ada beberapa syarat
yang harus diketahui dan difahami, seperti yang disampaikan oleh imam
Annawawi
وهذا الذي قاله الشافعي ليس معناه ان كل احد راى حديثا صحيحا قال هذا
مذهب الشافعي وعمل بظاهرها؟ وانما هذا فيمن له رتبة الاجتهاد فى المذهب على ما
تقدم من صفته او قريب منه. وشرطه ان يغلب على ظنه ان الشافعي رحمه الله لم يقف على
هذا الحديث او لم يعلم صحته . وهذا انما يكون بعد مطالعة كتب الشافعي ونحوها من
كتب اصحابه الاخذين عنه وما اشبهها. وهذا شرط صعب قل من يتصف به . وانما اشترطوا
ما ذكرنا لان الشافعي ترك العمل بظاهراحاديث كثيرة راها وعلمها. لكن قام الدليل
عنده على طعن فيها او نسخها او تخصيصها او تاْويلها او نحو ذلك
Apa yang akan terjadi apabila marak anti
madzhab?
Apa yang akan terjadi ketika akan
membangun sesuatu bertanya kepada bukan ahlinya? Atau tentang kesehatan
mengandalakan selain dokter?
No comments:
Post a Comment