Tuesday, 17 November 2015

Pandangan Syekh DR. Sa’id Ramadhan Al-Buthi seputar Anti madzhab

oleh : Ikmal Toha
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup semua permasalahan yang terjadi kepada umat islam langsung ditanyakan kepada beliau, baik itu masalah aqidah, ibadah, mu’amalah dll. Maka ketika beliau wafat dan meluasnya wilayah kekuasaan islam sering terjadi masalah yang tidak ada dalilnya dalam kitab dan sunnah maka dimusyawarahkan oleh para sahabat yang dibilang mumpuni dalam hal ini, dan dipilihlah beberapa orang dari mereka untuk diberi tanggung jawab menjadi seorang mufti dalam menghukumi suatu masalah.

Pada masa tabi’in dan tabi tabi’in pun demikian, hanya orang tertentu yang direkomendasikan oleh kholifah dan atas ketentuan ijma’ untuk menjadi imam rujukan kaum muslimin. Seperti Sa’id bin musayyab di madinah, Atho bin Abi Rabah di Makah, kaus bin Kaisan di yaman, Ibrahim Annah’ari di Kufah, Makhul di Syam dan Hasan Al-Bashri di basrah. Pada masa ini umat islam dalam hal berijtihad terbagi menjadi dua keompok besar, ahlu ro’yi di irak dan ahlul hadits di hijaz.
Masuk kepada era tabi’ tabi’ tabi’in pada awal abad ke-2 hijriah muncul imam-imam madzhab, Imam As-syafi’I, Imam Abu Hanifah, Imam Maliki dan Imam Ahmad bin hanbal.
Diakhir abad ketiga dan awal abad ke-4 disinyalir masa merosotnya ilmu fiqh yang di yakini oleh sebagian kelompok umat islam inilah masa kemunduran umat islam, masa merajalelanya kebid’ahan, ta’assub buta dengan menghukumi bahwa madzhab itu bid’ah dan orang yang bermadzhab adalah sesat.
pemikiran kelompok tersebut dengan gencar menda’wahkan agar semua umat islam untuk kembali kepada alqur’an dan sunah dan mengharamkan bermadzhab. Karena mereka menilai imam madzhab tidak lebih seperti kita, manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan dosa, dan mengajak umat islam untuk meninggalkan madzhab dan beristinbath langsung kepada alqur’an dan hadits sesuai kemampuan tanpa membedakan antara orang yang faham ilmu agama dan orang umum yang belum pernah mengeyam pendidikan agama.
Fenomena pemikiran inilah yang penulis kira sebagai salah satu alasan Syekh Sa’id Ramadhan Al Buthi menulis kitab “Allamadzhabiyah akhtoru bid’atin tuhaddidu assyariah al islamiyah” dan Tentunya hanya sedikit yang penulis ketahui penyebab dan tujuan ditulisnya buku Allamadzhabiyah oleh Sykeh Al-buti tapi sedikit menganalisa bahwa pemikiran anti madzhab inilah yang membuat syekh Al-Buti mencoba menjawab semua pemikiran mereka, seperti yang beliau sampaikan di muqoddimah cetakan pertama “sebenarnya saya tidak ingin menyibukan diri dan pulpen saya dalam masalah pelik ini, dan karena ini masalah yang sudah jelas kebenarannya…………dikarenakan muncul sebagian orang tanpa diketahui kapan munculnya dan apa penyebabnya dengan bangga mengatakan: taqlid kepada imam madzhab kafir!..bermadzhab dengan madzhab tertentu sesat!! Dan mengikuti imam madzhab adalah bukti menyekutukan Allah SWT..” dan sebagai sanggahan terhadap surat yang di tulis oleh Syekh Al ma’syumi Al hujnadi.
Insya allah dalam tulisan makalah yang sederhana ini penulis mencoba mengulang apa yang pernah penulis baca dan apa yang dapat difahami, tentunya sangat jauh kemampuan penulis untuk mengulas atau membedah  apa yang Syekh Al buti kemukakan.
A.         Biografi syekh Sa’id Ramadhan Al-Buthi
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi [محمد سعيد رمضان البوطي] yang bernama lengkap Muhammad Sa’id ibnu Mula Ramadhan ibnu Umar al-Buthi. Beliau lahir di Buthan (Turki) pada tahun 1929 M/ 1347 H, beliau lahir dari sebuah keluarga religius. Ayah beliau adalah Syekh Mula Ramadhan, seorang ulama besar di Turki. Usai peristiwa kudeta Kemal Attatruk, al-Buthi kecil dibawa ikut keluarganya pindah ke Syiria.
Al-Buthi belajar agama pertama kali dari Ayah beliau sendiri, mulanya beliau diajarkan tentang Aqidah, kemudian baru mempelajari sirah nabi, kemudian baru mempelajari ilmu alat, Nahwu dan Sharaf, dan beliau sanggup menghafal kitab Alfiyah Ibnu Malik, yaitu salah satu kitab tentang ilmu Nahwu yang berbentuk sya’ir, beliau mampu menghafal 1000 bait sya’ir kitab tersebut, padahal usia beliau masih 4 tahunan, dan pada usia 6 tahun beliau sudah khatam Al-Quran.
al-Buthi juga menempuh pendidikan di Ma’had at-Taujih al-Islamy Damaskus, di bawah bimbingan al-‘allamah Syekh Hasan Habannakeh –rahimahullah. Dan diusia beliau yang belum melewati 17 tahun, beliau telah mampu naik mimbar menjadi khatib. beliau menyelesaikan pendidikannya di Ma’had at-Taujih al-Islamy Damaskus pada tahun 1953 M
Pada tahun tersebut al-Buthi menuju Cairo Mesir dan meneruskan studinya dengan spesialisasi ilmu Syariah hingga memperoleh Ijazah Licence. Pendidikan Diploma-nya (setingkat S2) ia ikuti di Fakultas Bahasa Arab. Pada tahun 1965, Sa’id Ramadhan menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar dengan predikat Mumtaz Syaf  ‘Ula. Disertasi yang ia tulis dan berjudul “Dlawabit al-Mashlahah fi asy-Syari’at al-Islamiyyah” mendapatkan rekomendasi Jami’ah al-Azhar sebagai “Karya Tulis yang Layak Dipublikasikan”
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, syahid terbunuh dalam sebuah aksi bom bunuh diri yang terjadi di Mesjid al-Iman Damaskus Syiria, pada tanggal 21 Maret 2013 M atau bertepatan pada tanggal 9 Jumadil Awal 1434 H, bom bunuh diri tersebut terjadi disaat beliau sedang melakukan kajian rutin malam Jum’at di Mesjid tersebut. Beliau tutup usia pada umur 84 tahun, dan disholatkan pada tanggal 23 Maret 2013 di Mesjid Umayyah oleh ribuan jama’ah dari Iran, Libanon dan Urdun, beliau dimakamkan didekat Mesjid tersebut, disamping makam Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.
B.         Isi buku
Buku Allamadzhabiyah Akhtoru bid’atin tuhaddidu assyari’ah al islamiyah ditulis sebagai sanggahan terhadapa pemikiran anti madzhab, dan penjelasan akan akibat yang akan ditimbulkan daripada pemikiran tersebut.
Buku yang terdiri dari 201 halaman ini sebagai jawaban fenomena yang saat ini sering terjadi, mengkafirkan sesama muslim, menganggap sesat orang yang tidak sejalan dengannya, dll. Disamping merupakan buku yang pas dibaca oleh kaum awam yang belum mengetahui cara pengambilan hukum dari alqur’an dan sunnah dalam masalah taqlid dan madzhab, buku ini juga ditujukan kepada ulama agar lebih bijak dalam masalah perbedaan, santun dalam berdebat. Seperti yang disampaikan oleh Syekh Mala Ramadhan, ayahanda Al buthi dalam prakatanya.
ان هذا الكتاب اي اللا مذهبية انما الف للعلماء لا للعوام (1)
(hal 25
Syekh Al buthi membagi buku ini menjadi enam judul, diantaranya:
a.    Ringkasan pemikiran anti madzhab -خلاصة ما جاء فى الكراس
b.   Permasalahan yang sudah menjadi ijma’ ummat   -امور لا خلاف فيها
c.    Dalil-dalil pemikiran anti madzhab dan sanggahannya -الجديد الذي يدعيه الكراس وادلته والرد عليه
d.   Kebolehan bertaqlid dan tidak ada larangannya bermadzhab dengan madzhab tertentu – لا مناص من التقليد ولا مانع من اتباع مذهب معين
e.   Ringkasan perdebatan antara penulis dan golongan anti madzhab – خلاصة مناقشة جرت بيني وبين اللا مذهبين
f.     Tambahan yang berkaitan dengan buku Atta’ashub Almadzhabi -   ملحق فى التعليق على كتان التعصب المذهبي

1.          Ringkasan pemikiran anti madzhab
Syekh Al buthi meringkas pemikiran Golongan anti madzhab dalam kitab mereka dengan mengawali pembahasan hakikat iman dan islam dengan menyampaikan hadits Jibril a.s yang bertanya kepada rasulullah SAW tentang iman islam dan ihsan dan hadits laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW akan perbuatan yang akan membuat masuk surga. Dari hadits-hadits tersebut mereka menyimpulkan bahwa islam itu tidak lebih daripada kalimat-kalimat dan hukum-hukum yang mudah dengan begitu tidak diharuskan bagi siapapun untuk mengikuti madzhab.
Hukum-hukum islam menurut mereka sangat mudah difahami tanpa harus bersusah payah atau taqlid kepada imam, cukup berpegang kepada Almuwatho imam malik, kitab sohih Bukhori dan Muslim, Sunan Abu daud, Jami Attirmidzi dan jami Annasai. Kalaupun apabila ada hadist yang tidak diketahui nasikh dan mansukhnya maka diamalkannya hadits tersebut yang pertama disuatu waktu kemudian hadits yang kedua di waktu yang lain.
Mereka beralasan bahwa madzhab itu hanyalah hasil penelitian seorang ulama dan pemahamannya akan suatu hukum yang mana Allah SWT tidak mengajibkan manusia untuk mengikutinya, sedangkan kita ketahui bahwa manusia itu tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan dosa. Dengan begitu sudah seharusnya kita sebagai umat islam untuk kembali kepada alqur’an dan sunnah secara langsung tanpa perantar imam atau madzhab karena keduanya ma’shum atau lepas dari kesalahan.
Madzhab menurut mereka sesuai dan diperkuat dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu kholdun dan muqoddimahnya adalah efek daripada kericuhan perpolitikan umat islam yang tidak adil yang muncul pada abad ke-3 hijriyah yang tidak ada contohnya dari jaman Nabi SAW dan para sahabat, dengan begitu madzhab adalah suatu kebid’ahan dan kesesatan yang nyata yang wajib dihindari oleh semua umat islam. Yang mana umat islam ketika di alam kubur pun tidak akan ditanya madzhab apa atau manhaj siapa, dengan begitu Sudah jelas bahwa madzhab itu adalah suatu cara untuk menyaingi dan menyimpang daripada Rasulullah SAW.
ان المذهب الحق الواجب الذهاب اليه  والاتباع له انما هو مذهب سيدنا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم ....ثم مذهب خلفائه الراشدين رضوان الله عليهم ...فمن اين جاءت هذه المذاهب ولماذاشاعت والزمت على ذمم المسلمين؟ (الكراس:12)
Dengan memperkuat pemikiran mereka diambil pernyataan Syekh Addihlawi yang mengatakan “Barangsiapa yang melaksanakan semua perkataan imam daripada imam yang empat dan tidak bersandar kepada alqur’an dan hadits maka dia telah menyimpang dari ijma’ dan keluar dari jalan umat yang beriman”
Untuk selanjutnya golongan anti madzhab mebagi manusia menjadi dua kelompok yaitu taqlid dan ittiba’. Taqlid adalah sesuatu yang tercela yang wajib dihindari oleh umat islam, sedangkan ittiba’ adalah sesuatu yang terpuji yang sudah semestinya menjadi usaha setiap manusia.
2.          Permasalahan yang sudah menjadi ijma’ ummat   
          Setelah meringkas apa yang menjadi pemikiran golongan anti madzhab, di bab ini Syekh Al buthi menyatakan poin-poin pemikiran seputar madzhab yang sudah menjadi ijma’ umat islam dan tidak perlu dibahas lagi karena tidak adanya pertentangan, yaitu:
a.    Tidak adanya syariat yang mengharuskan setiap pengikut madzhab untuk terus menerus mengikuti madzhab tertentu dan tidak adanya larangan bagi mereka untuk mengambil dan melaksanakan pendapat madzhab yang lainnya, karena umat islam sudah sepakat bahwa seorang muqollid berhak untuk menilai siapa yang akan dia ikuti yang lebih kuat pendapatnya sesua dalil dari alqur’an dan hadits.
b.   Keharaman bertaqlid bagi orang yang sudah mengetahui dalil dari alqur’an dan sunnah dan menguasai metode ijtihad.
c.    Kesadaran dan pengakuan tiap diri imam madzhab akan keterbatasan kemampuan mereka, mereka tidak yakin apa yang telah mereka usahakan sesuai dengan kehendak Allah SWT dan rasul-Nya untuk hamba-Nya dalam setiap masalah yang mereka ijtihadkan. Mereka hanya mengandalkan hidayah dari Allah SWT untuk mereka.
Dengan demikian, siapapun pengikut madzhab tertentu tetap harus mencari dan mengikuti kebenaran dan berpegang teguh terhadap petunjuk, seandainya dia mengikuti salah satu dari imam empat maka dia tidak sepatutnya menyangka bahwa madzhab yang lain out salah.
ketiga perkara inilah yang jadi kesepakatan umat islam, tetapi ketahui banyak penyelewengan dan melanggar kesepakatan ini, itu dikarenakan dua alasan.
a.    Taassub yang tanpa dasar atau pengetahuan
b.   Untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok
Poin yang tiga itu sudah disepakati oleh umat islam, dan dari sebagian ulama yang tegas dalam masalah ini seperti imam Ibnu qoyyim dan syekh Izz bin abdussalam, syekh Addihlawi dan yang lainnya tapi ketegasan mereka kemudian oleh golongan anti madzhab dijadikan dalil bahwa mereka sependapat dengan pemikiran mereka demi memperkuat gagasannya tetapi bagaimana bisa seorang yang bermadzhab kemudian mengharamkan madzhab karena kita ketahui bahwa syekh izz bin abdussalam itu bermadzhab syafii, syekh Kamal bin Al hummam adalah madzhab hanafi, syekh ibnu qoyyim adalah madzhab Hanbali dan syekh Addihlawi adalah madzhab Hanafi?
3.         Dalil-dalil pemikiran anti madzhab dan sanggahannya
Disamping semua permasalahan yang sudah menjadi kesepakatan umat islam datanglah pemikiran yang diusung oleh segolongan orang anti madzhab yaitu diharamkan kepada umat islam siapapun itu untuk bermadzhab kepada madzhab tertentu dari madzhab yang empat, karena itu merupakan taassub buta, kesesatan yang jelas, dan barangsiapa yang melakukan itu maka dia telah memecah belah agama dan dia komunis”.
Golongan anti madzhab memperkuat argumentasinya dengan dalil-dalil, dan kemudian syekh Al buthi mendebat semua dalil-dali mereka, yaitu:
a.      Mereka mengatakan bahwa islam itu tidak lebih dari pada hukum-hukum yang sedikit, mudah memahaminya dengan dalil hadits yang telah disebutkan diatas, dan madzhab itu tidak lebih daripada ide seorang ilmuwan dalam memahami beberapa masalah dan Allah SWT tidak mewajibkan kita untuk mengikutinya.
Syekh Al buthi membantah dalil itu dengan mengatakan seandainya benar apa yang dinyatakan oleh golongan anti madzhab bahwa islam itu simple, mudah seperti apa yang  Nabi SAW sampaikan kepada orang-orang  tertentu, maka untuk apa kitab-kitab hadits dengan beribu-ribu haditsnya dengan berbagai macam hukum yang berhubungan dengan kehidupan umat islam? Dan semestinya Rasulullah juga tidak harus susah2 dalam berda’wah, dan tidak harus mengajarkan tiap hukum dan kewajiban manusia kepada Allah dengan susah payah dikerjakan tiap waktu setiap hari.
Bahwa pernyataan Rasul SAW dalam menerangkan islam dan rukun-rukunya kepada manusia itu sesuatu yang khusus, dan mengajarkan tentang itu semua dan tata cara secara terperinci itu hal yang lain. Kalau untuk sekedar meberitahukan islam secara umum dan rukun-rukunya itu memang mudah dan membutuhkan waktu yang sebentar tapi untuk mengajarkan secara terperinci itu butuh usaha, belajar dan pembiasaan.
Oleh karena itu maka Rasulullah SAW mengutus Khalid bin walid ke Najran, Ali bin Abi thalib, Musa Al-asy’ari dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Utsman bin Abi Al-‘ash ke Tsaqif untuk mengajarkan umat ajaran islam scara terperinci sesuai apa yang telah diajarkan dan dilaksanakan oleh Rasul yang mana golongan anti madzhab menganggap bahwa islam itu mudah?
Memang ketika awal islam muncul dan ketika Rasulullah SAW masih hidup wilayah islam masih sempit, dan ketika setiap terjadi permasalahan bisa langung ditanyakan kepada Rasulullah SAW, tapi masalah semakin banyak ketika wilayah kekuasaan islam semakin luas maka, muncullah taqlid, kebiasaan, mashalih yang belum ada sebelumnya maka muncul juga metode pengambilan istinbath yang semula hanya kitab dan sunah menjadi kitab, sunah, ijma umat dan qiyas. Dan semua metode istinbath hukum itu berasal dari kitab dan sunah itu sendiri. Tetapi bukan berarti hukum yang dihasilkan daripada ijtihad tersebut sesuai dengan apa yang Allah SWT maksud, hanya usaha sesuai dengan hidayah yang Allah SWT berikan untuk mereka dalam usaha ini.
Dengan begitu bagaimana bisa dipisahkan antara islam dan apa yang telah disimpulkan oleh para imam yang empat dan yang lainnya tentang asas mashadir istinbath hukum? Bagaimana orang anti madzhab mengatakan bahwa madzhab itu hanya ide-ide seorang ilmuwan dan pemahaman mereka dalam sebagian masalah dan tidak diharuskan untuk mengikutinya?
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Attirmidzi dari Syu’bah r.a, bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengutus Muadz bin jabal ke yaman. Maka itu adalah gambaran ijtihad dam pemahaman dari para pemebesar sahabat dan member hukum dan menjadi sandaran umat manusia dan wajib untuk diikuti sesuai dengan perintah Rasulullah SAW, kalau begitu bagaimana bisa bahwa Allah dan rasul-Nya tidak mewajibkan kita untuk mengikutinya?
b.      Bahwa dasar pegangan ajaran agama islam hanya berpegang teguh terhadap kitab dan sunnah, karena keduanya ma’shum berarti mengikuti madzhab merupakan penyelewengan dari mengikuti yang ma’shum kepada yang tidak ma’shum (Al kuros 8 dan 12)
Syekh Al buthi menjawab bahwa saya katakan terkait dengan perkataan fenomenal ini “siapa yang mengatakan dalil ini dan menjadikan itu sebagai hukum? Jika mereka itu adalah orang yang diberi kekuasaan untuk memahami hukum dari kitab dan sunah juga qiyas keduanya secara langsung tanpa adanya perantara mufti atau imam maka dalil kalian benar, tapi bagaimana jadinya apabila pernyataan itu diperuntukan untuk manusia secara umum dan kepada orang yang tidak memliki kemampuan untuk berijtihad dan istinbath dan meneliti dalil dan kandungannya maka pernyataan ini benar-benar aneh.
Ma’shum dari kesalahan dalam alqur’an itu adalah apa yang Allah SWT kehendaki dengan kalam-Nya dan yang ma’shum dari kesalahan dalam sunnah nabi SAW itu adalah apa yang beliau kehendaki terhadap sunnahnya, kalau pemahaman manusia terhadap kedunya tidak mungkin ma’shum meskipun dia seorang imam, mujtahid, atau seorang bodoh sekalipun.
c.       Dalil yang ketiga bahwasanya tidak ada dalil yang jelas bahwasanya manusia ketika menginggal akan ditanya tentang madzhab atau manhaj didalam kubur
kita bisa menilai dari dalil yang dinyatakan oleh golongan anti madzhab bahwa amalan kewajiban manusia yang dibebankan Allah SWT itu hanya seputar apa yang akan ditanyakan oleh malaikat di kubur, dan apa yang tidak dipertanyakan maka tidak wajib dan tidak disyariatkan.
saya berada sesuai dengan ijma uamt dan apa yang telah menjadi manhaj ulama dan umat islam bahwa kewajiban yang diembankan kepada umat islam di dunia itu itu lebih luas daripada pertanyaan ringkas malaikat di dalam kubur.
Dan seoarang yang berkata “ketahuilah bahwa madzhab yang benar yang wajib di ikuti itu hanya madzhab Nabi Muhammad SAW, beliau imam yang agung yang wajib kita ikuti kemudian madzhab khulafaurrasyidin, dan kita tidak diperintahkan secara khusus kecuali hanya kepada mengkuti Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman
وماءاتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا (الحشر:12)
Dan Rasulullah SAW bersabda :
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين
Memang apa bedanya madzhab imam yang empat dengan madzhabnya Zaid bin tsabit atau Muadz bin jabal atau Abdullah bi abas didalam memahami hukum islam? Dan apa bedanya madzhab yang empat dengan madzhab ahlu ro’yi di irak dan madzhab ahlul hadits di hijaz, dan keduanya merupakan pilihan para sahabat dan tabi’in dan mereka juga memliki pengikut?
d.      Pernyataan yang diambil dari kitab Al-inshaf yang ditulis oleh syekh Addihlawi yaitu
من اخد بجميع اقوال ابي حنيفة او جميع اقوال مالك او اقوال الشافعي او جميع اقوال احمد او غيرهم ولم يعتمد على ما جاء فى الكتاب والسنة فقد خالف اجماع الامة واتبع غير سبيل المؤمنين
Barang siapa yang mengambil semua perkataan Abu hanifah atau semua perkataan Malik, atau perkataan Syafi’I atau semua perkataan Ahmad atau yang lainnya dan tidak manyandarkan kepada apa-apa yang ada dalam Al-qur’an dan sunnah maka dia telah menyimpang daripada ijma umat dan mengikuti selain jalan orang-orang mu’min
Syekh Addihlawi tidak pernah menyatakan pernyataan seperti ini terkait masalah muqollid yang belum mampu untuk berijtihad secara umum, tidak ditemukan didalam kitab Al inshaf dan juga tidak ada dalam kitab-kitab beliau yang lainnya, malahan kenyataannya terbalik.
Syekh Addihlawi berkata dalam kitab Al-inshaf hal 53 dan kitab Hujjatullah Al balighoh hal 132
ان هذه المذاهب الاربعة المدونة المحررة وقد اجتمعت الامة او من يعتد به منها على جواز تقليدها الى يومنا هذا وفى ذلك من المصالح ما لا يخفي ولا سيما فى هذه الايام التي قصرت فيها الهمم جدا واشربت النفوس الهوى واعجب كل ذي راْي براْيه
Dan beliau juga di hal 124 mengeluarkan pendapat atas kebolehan seseorang mengikuti madzhab tertentu.
Memang kita tidak memungkiri bahwa syekh Addihlawi berbicara dalam masalah ini atas keharaman bertaqlid bagi orang yang sudah mencapai derajat ijtihad dalam suatu masalah atau dalam hukum secara keseluruhan tetapi perkataan yang diambil sohib kuros itu dalam masalah yang berbeda.
e.       Perkataan yang diambil dari Iz bin abdussalam dan dari Ibnu qoyyim dan Kamal bin Al hummam tentang pernyataan haramnya berpegang terhadap suatu madzhab tertentu dan kewajiban berpegang teguh terhadap kitab dan sunnah secara langsung atau mengambil pendapat setiap mujtahid tanpa mengikuti mujtahid tertentu
Kenyataan tidak seperti itu dan bagaimana bisa mereka yang bermadzhab kemudian melarang kita untuk bermadzhab. Tetapi dari semua imam tadi sepakat atas 3 perkara yang sudah menjadi ijma umat.
f.        Dalil yang keenam, anti madzhab menduga bahwa munculnya madzhab yang empat itu disebabkan politik yang tidak adil dan keinginan manusia untuk mencapai kedudukan, kemudian mereka mengambil pendapat dalam muqoddimah Ibnu kholdun. 
setelah saya telaah kitab ibnu kholdun  ternyata saya tidak menemukan pernyataan itu justru beliau pendapat tentang apa yang sudah menjadi kesepakatan umat islam.
Berkata di halaman 216 tentang fiqh, dan berkembangnya fiqh dan munculnya madzhab
ان الصحابة كلهم لم يكونوا اهل فتيا ولا كان الدين يؤخذعن جميعهم وانما كان ذلك مختصا بالحاملين للقران العارفين بناسخه ومنسوخه ومتشابهه ومحكمه وسائر دلالاته بما تلقوه من النبي صلى الله عليه وسلم او ممن سمع منهم من عليتهم وكانوا يسمون لذلك القراء.....
Dan Ibnu kholdun menjelaskan secara terperinci sampai munculnya syiah dan biografi setiap imam madzhab secara jelas.
g.      Dalil yang ketujuh, golongan anti madzhab melemparkan pertanyaan kepada muqollid
على اي شيء كان اناس قبل ان يوجد فلان وفلان الذين قلدتموهم وجعلتم اقوالهم بمنزلة نصون الشارع...افكان الناس قبل وجود هؤلاءعلى هدى او ضلالة؟ فلا بد ان يقروا بانهم كانوا على هدى, فيقال لهم فما الذي كانوا عليه غير اتباع القران والسنة والاثار وتقديم قول الله تعالى ورسوله واثار الصحابة على ما يخالفها والتحكم عليها دون قول فلان وفلان براْيه, واذا كان هذا هو الهدى فماذا بعد الحق الا الضلال فانى يؤفكون (الكراس:ص38)
Maka kami akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan : bahwa manusia sebelum munculnya fulan dan fulan mengerjakan seperti apa yang telah dikatakan Ibnu kholdun yang menjadi pegangan mereka.
ان الصحابة كلهم لم يكونوا اهل فتيا ولا كان الدين يؤخذعن جميعهم وانما كان ذلك مختصا بالحاملين للقران العارفين بناسخه ومنسوخه ومتشابهه ومحكمه وسائر دلالاته بما تلقوه من النبي صلى الله عليه وسلم او ممن سمع منهم من عليتهم وكانوا يسمون لذلك القراء.....
Apabila yang menjadi mufti dan mujtahid hanya segelintir dari sahabat dan terbatas seperti yang dijelaskan Ibnu kholdun, dan sisanya dari pada mereka yang tidak memcapai derajat itu maka kepada siapa mereka mencari ilmu tentang agamanya?? Sudah tentu mereka mengambilnya dari para sahabat yang mencapai derajat mujtahid yang Cuma beberapa orang saja, apakah taqlid ada bedanya dengan hal seperti ini?
4.         Kebolehan bertaqlid dan tidak ada larangannya bermadzhab dengan madzhab tertentu
 Poin-poin dari apa yang dikemukakan oleh anti madzhab sebenarnya seputar dua masalah saja, yaitu:
a.       Keharaman bertaqlid secara mutlaq dengan dalil bahwa mujtahid tidak ma’shum dan untuk berijtihad itu mudah, tidak butuh lebih dari Almuwatho, sohihain, sunan abu daud, jami tirmidzi
b.      Seorang muqollid tidak boleh mengikuti madzhab tertentu, apabila seperti itu maka dia sesat dan dia termasuk minalhumuri almustanfiroh.
Syekh Al buthi mendebat itu semua dengan mengajukan dalil, diantaranya:
a.       Dalil naqli atas kebolehan bertaqlid dan itu sudah menjadi ijma umat muslim
Taqlid adalah mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui alasan kebanaran pendapat itu, meskipun dia mengetahui maka tetap disebut taqlid. Dan muqolid mengetahui alasan kenapa dia berepegang terhadapa seorang alim atau mujtahid tanpa dia ketahui alasan kebenaran apa yang dia ikuti
Karena tidak ada perbedaan antar taqlid dan ittiba’, keduanya memilik arti yang sama seperti firman Allah SWT
اذ تبراْالذين اتبعوا من الذين اتبعوا وراواالعذاب وتقتعت بهم الاسباب (166) وقال الذين اتبعوا لو ان لنا كرة فنتبراْ منهم كما تبرءوامنا كذلك يريهم الله اعمالهم حسرات عليهم وما هم بخارجين من النار (167)
Maka tidak ragu lagi bahwa yang dimaksud dengan ittiba’ disini adalah taqlid a’ma yang tidak diperbolehkan.
Jadi muslim hanya terbagi dua, dia yang mengetahui dalil dan menguasai tata cara pengambilan hukumnya maka dia disebut mujtahid. Dan orang yang tidak mengetahui dalil dan tidak menguasai cara pengambilan hukum maka dia muqollid mujtahid.
Dan dalil yang mewajibkan taqlid ketika belum mampu berijtihad:
Firman Allah SWT
فاسالوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون ( النحل:43)
Sudah sepakat ulama bahwa ayat diatas adalah perintah kepada orang yang belum mengetahui hukum dan dalil dengan mengikuti orang yang mengetahui, dan ulama ushul telah menjadikan ayat ini landasan yang utama atas kebolehan seorang ‘ami bertaqlid kepada mujtahid
وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفرمن كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فى الدين وليندروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون ( التوبة : 122)
b.      Ijma’ sahabat Rosulillah SAW  karena mereka berbeda-beda dalam hal keilmuan, dan tidak semuanya menjadi mufti atau mujtahid seperti yang telah dikatakan oleh Ibn Kholdun.
Alghazali berkata dalam kitabnya almustashfa didalam bab taqlid bahwa seorang yang belum mengetahui dalil dan tidak mengetahui cara pengambilan hukum maka baginya taqlid. Juga al amdi mengeluarkan pendapat yang sama yang ditulis dalam kitabnya al ihkam.
c.       Dalil yang ketiga adalah dali ‘aqli seperti yang dikatakan oleh Al ‘alamah syekh Abdullah diroz “ dalil yang masuk akal yaitu orang yang belum mengetahui metode ijtihad apabila terjadi sesuatu permasalahan fiqh maka apakah dia tidak beribadah sama sekali atau bertaqlid kepada mujtahid. Karena pilihan yang pertama tidak mungkin karena telah melanggar syariat dan haknya sebagai makhluk maka dia harus bertaqlid.
Berkata juga Imam Assyatibi dalam kitabnya Almuwafaqot yang sejalan dengan perkataan Abdullah diroz “ fatwanya mujtahid terhadap orang ‘awam itu seperti dalil-dalil syariatt terhadap para mujtahid”
5.         Tidak diharamkan bagi muqollid mengikuti madzhab tertentu
Bagi sesorang yang belum mengetahui dalil dan tidak menguasai metode ijithad maka dia boleh mengikuti madzhab tertentu.
Dalil yang kedua diqiyaskan kepada qiroah yang sepuluh
Dalil yang ketiga bahwa dijaman kholifah itu diumumkan nama imam yang diberi tanggung jawab untuk menjadi mufti dan menyuruh seluruh umat untuk ikut kepadanya dalam masalah hukum dan bertanya dalam masalah agama seperti Atho bin robah dan mujahid di Makkah, Abdullah bin ma’ud di irak dan Abdullah bin Umar di hijaz.
Apa maksud taqlid kepada imam dan berpegang terhadap madzhabnya?
Apakah berpegang kepada madzhabnya karena kepribadiannya atau kelebihan tertentu yang dimiliki imamnya?
Yang benar kenapa kita bermadzhab, khsusunya bagi ‘ami yang bertaqlid kepada imamnya yaitu supaya semuanya tertuju kepada satu tujuan yaitu shirotullah, atau tujuannya adalah Allah SWT.
Imam assyatibi menjadi manusia menjadi tiga
-          Mujtahid
-          Muqollid
-          Orang yang belum mencapai derajat mujtahid tetapi dia paham dalil dan pemahamannya benar dalam menghukumi dan mentarjih suatu hukum dan maka apabila dia benar maka derajatnya seperti mujtahid tapi apabila usahanya tidak sesuai dengan yang rojih dan alasannya lemah maka derajatnya kembali seperti ‘ami atau menjadi muqollid
Kapan bagi seseorang diwajibkan untuk tidak bertaqlid?
-          Ketika telah sampai pengetahuan seseorang dalam setiap masalah secara menyeluruh, dan menelaah keseluruhan dalilnya, dan mengetahui metode ijtihad.
-          Ketika menemukan hadits yang bertentangan dengan apa yang menjadi pegangan suatu madzhab dengam keyakinan akan keshohihan hadits itu dan kesesuaian dalil terhadap hukum. Tetapi dalam masalah ini ada beberapa syarat  yang harus diketahui dan difahami, seperti yang disampaikan oleh imam Annawawi
وهذا الذي قاله الشافعي ليس معناه ان كل احد راى حديثا صحيحا قال هذا مذهب الشافعي وعمل بظاهرها؟ وانما هذا فيمن له رتبة الاجتهاد فى المذهب على ما تقدم من صفته او قريب منه. وشرطه ان يغلب على ظنه ان الشافعي رحمه الله لم يقف على هذا الحديث او لم يعلم صحته . وهذا انما يكون بعد مطالعة كتب الشافعي ونحوها من كتب اصحابه الاخذين عنه وما اشبهها. وهذا شرط صعب قل من يتصف به . وانما اشترطوا ما ذكرنا لان الشافعي ترك العمل بظاهراحاديث كثيرة راها وعلمها. لكن قام الدليل عنده على طعن فيها او نسخها او تخصيصها او تاْويلها او نحو ذلك

Apa yang akan terjadi apabila marak anti madzhab?
Apa yang akan terjadi ketika akan membangun sesuatu bertanya kepada bukan ahlinya? Atau tentang kesehatan mengandalakan selain dokter?




No comments:

Post a Comment